CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Ratusan eks karyawan PT Matahari Sentosa kembali menggelar aksi unjuk rasa di Kampung Hujung RT 09 RW 07, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, sebagai bentuk protes atas pesangon yang belum dibayarkan selama tujuh tahun.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Ketua FSP TSK SPSI Kota Cimahi, Pepet Saipul Karim, SH., menyampaikan bahwa tuntutan ini menyangkut hak 1.510 orang dengan total nilai pesangon mencapai Rp79,9 miliar. Ia menegaskan bahwa kasus ini telah memiliki putusan hukum tetap (inkrah) dan pihaknya telah mengajukan penyitaan aset milik perusahaan.
“Kami telah meletakkan sita terhadap 26 sertifikat dan 1.145 unit mesin milik perusahaan melalui Pengadilan Negeri Bandung,” ujar Pepet, Rabu (16/4).
Pepet menilai aksi tersebut merupakan respons atas tidak adanya itikad baik dari manajemen perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban kepada para buruh.
“Sudah berkali-kali dijanjikan, tapi kenyataannya buruh hanya diberi harapan palsu,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sejumlah aset perusahaan telah dijual, namun hasil penjualannya tidak disalurkan untuk membayar hak para mantan karyawan.
“Aksi hari ini adalah peringatan terakhir bagi siapa pun yang disewa perusahaan untuk menghalangi perjuangan buruh. Jika tidak berpihak kepada buruh, lebih baik mundur,” tegasnya.
Terkait adanya sejumlah eks karyawan yang memilih jalur lain dan tidak lagi berjuang bersama SPSI, Pepet menegaskan bahwa mereka dipersilakan mengambil langkah sendiri.
“Jika memilih kuasa hukum lain dan tidak ingin berjuang bersama, itu berarti mereka bukan lagi bagian dari SPSI,” ujarnya.
Dilain pihak, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (HI dan Jamsos) Disnaker Cimahi, Febie Perdana Kusumah juga membenarkan bahwa perusahaan telah dijatuhi kewajiban membayar pesangon sebesar Rp79,9 miliar. Namun hingga kini, kewajiban tersebut belum juga dipenuhi, meski telah dilakukan penyitaan aset.
Ia juga mengatakan bahwa kasus PHK massal PT Matahari Sentosa sudah ditangani sejak 2018 dan kini telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Kalau putusan sudah keluar dan aset sudah disita, artinya dasar hukum sangat kuat. Tapi karena pembayaran belum dilakukan, para buruh terus menuntut hak mereka,” jelasnya.
Meskipun proses hukum sudah berada di ranah pengadilan, Disnaker tetap menjalankan fungsi pengawasan dan pemantauan perkembangan kasus.
“Karena perusahaan berada di wilayah Cimahi, kami tetap bertanggung jawab untuk memantau dan menjaga komunikasi dengan para pihak,” tutup Febie.
==============
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News