Jakarta, NyaringIndonesia.com – Pemerintah dihadapkan pada pekerjaan besar untuk memenuhi target penerimaan pajak tahun ini. Hingga akhir Juli 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp990,01 triliun atau sekitar 47,6% dari target dalam APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp2.076,9 triliun masih jauh dari harapan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni Juli 2023 dan Juli 2022, capaian tahun ini terlihat melemah. Pada 2023, penerimaan tumbuh 7,84%, sementara pada 2022 mencatat lonjakan 58,79%. Pertumbuhan signifikan pada 2022 disebabkan oleh basis rendah tahun sebelumnya karena dampak pandemi Covid-19 yang menekan penerimaan hanya mencapai Rp647,7 triliun pada Juli 2021.
Dalam rapat bersama DPR pekan lalu, Dirjen Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menjelaskan empat faktor utama yang menyebabkan lemahnya kinerja pajak pada Juli 2025:
- PPh Badan hanya terkumpul Rp174,47 triliun atau 47,2% dari target, turun 9,1% dibandingkan tahun lalu.
- PPh Orang Pribadi mencapai Rp14,98 triliun atau 98,9% dari target, naik signifikan 37,7%.
- PPN dan PPnBM sebesar Rp350,62 triliun atau baru 37,1% dari target, mengalami penurunan 12,8%.
- PBB berhasil mencatat kenaikan tajam sebesar 129,7% dengan realisasi Rp12,53 triliun.
Meski realisasi hingga Juli masih tertinggal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tetap optimistis target penerimaan Rp2.076,9 triliun akan tercapai hingga akhir tahun.
Untuk mengatasi perlambatan ekonomi di kuartal III/2025, pemerintah menempatkan dana likuiditas sebesar Rp200 triliun di lima bank besar: Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI. Dana tersebut diharapkan mampu menggerakkan sektor riil dan menopang pemulihan ekonomi pada kuartal IV/2025.
Purbaya menegaskan bahwa percepatan ekonomi akan menjadi motor penggerak penerimaan pajak. Ia percaya bahwa mulai Oktober hingga Desember, tren penerimaan akan mulai meningkat, termasuk dari sektor PPnBM.
“Saya yakin Oktober, November, Desember semuanya akan rebound. Semua jenis pajak akan mendekati target,” ujarnya di Kemenko Perekonomian, Jumat (12/9/2025).
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa pemerintah masih memiliki cadangan dana dari sisa anggaran lebih (SAL) tahun lalu senilai Rp457,5 triliun. Dengan dana ini, berbagai program pemerintah tetap dapat berjalan meskipun target penerimaan belum tercapai.
“Enggak usah khawatir kita kehabisan dana untuk membangun. Program tetap jalan, target tetap dikejar,” katanya optimistis.
Meski strategi penguatan ekonomi berjalan, tren penurunan penerimaan pajak pada pertengahan tahun memunculkan risiko terhadap pengelolaan fiskal. Apalagi, belanja pemerintah saat ini sangat bergantung pada dana likuiditas dari SAL sebesar Rp200 triliun.
Jika mengacu pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2024, posisi SAL per akhir Desember 2024 sebesar Rp457,54 triliun, menurun dari posisi akhir 2023 sebesar Rp459,5 triliun.
Pengamat pajak dari CITA, Fajry Akbar, memproyeksikan kemungkinan besar akan terjadi pelebaran shortfall penerimaan pajak. Ia menilai, realisasi penerimaan pajak tahun ini kemungkinan hanya akan berada di kisaran 90% dari target.
“Outlook pemerintah sebelumnya sekitar 94%, tapi saya melihat shortfall bisa melebar lebih jauh.”
Meski begitu, Fajry berharap janji percepatan pemulihan ekonomi yang disampaikan Menkeu tidak sekadar wacana. Sebab, jika pertumbuhan ekonomi benar-benar mencapai 6% seperti yang ditargetkan, maka penerimaan pajak seharusnya bisa mengikutinya.
“Kalau ekonomi memang tumbuh 6%, maka penerimaan akan mengikuti. Tidak perlu lagi ada tekanan fiskus seperti SP2DK.”
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News