Jakarta, NyaringIndonesia.com – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, mengusulkan agar dana program Makan Bergizi Gratis (MBG) disalurkan langsung kepada orang tua siswa. Usulan ini disampaikan sebagai respons atas meningkatnya kasus keracunan massal yang terjadi setelah siswa mengonsumsi makanan dari program tersebut.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Awalnya saya mengusulkan agar dana dikembalikan ke sekolah. Namun, opsi lainnya adalah menyalurkan langsung kepada orang tua,” kata Charles kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/9).
Menurut Charles, orang tua memiliki kepedulian tinggi terhadap kebutuhan gizi anak-anak mereka. Oleh karena itu, penyaluran langsung dinilai lebih efektif dalam menjamin kualitas makanan yang dikonsumsi.
“Saya yakin orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Tidak mungkin mereka memberikan makanan yang tidak bergizi atau tidak disukai oleh anaknya. Ini adalah opsi yang patut segera dipertimbangkan,” ujarnya.
Selain meningkatkan kualitas makanan, Charles menilai penyaluran langsung ke orang tua juga bisa mempercepat serapan anggaran MBG. Hingga Agustus 2025, serapan anggaran Badan Gizi Nasional (BGN) tercatat baru mencapai 18,6 persen.
“Dengan sisa waktu 3,5 bulan, sulit rasanya untuk menghabiskan sisa 82 persen anggaran. Penyaluran langsung kepada orang tua bisa menjadi solusi mempercepat realisasi,” tambahnya.
Menanggapi maraknya kasus keracunan makanan dalam program MBG, Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan siap membentuk tim investigasi independen yang terdiri dari ahli kimia, farmasi, dan kesehatan. Langkah ini diambil untuk mempercepat penanganan dan mendapatkan hasil analisis awal sebelum menunggu investigasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Tim ini kami bentuk sebagai second opinion. Sebelum hasil resmi BPOM keluar, kami ingin mengetahui lebih cepat penyebab sakitnya anak-anak – apakah karena keracunan, alergi, atau faktor lainnya,” ujar Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang.
Ia menjelaskan, hasil investigasi BPOM di kota besar seperti Jakarta biasanya memerlukan waktu empat hingga tujuh hari. Sementara di daerah, prosesnya bisa mencapai dua pekan karena tim investigasi harus berpindah lokasi untuk meneliti penyebab keracunan.
“Selama masa tunggu, informasi yang beredar bisa simpang siur. Maka dari itu, tim investigasi internal ini penting agar kami bisa memberikan penanganan cepat, baik untuk perbaikan layanan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) maupun pengobatan pasien jika dibutuhkan,” jelasnya.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News