Jakarta, NyaringIndonesia.com – Sejarawan Anhar Gonggong menyoroti langkah kepolisian yang menyita sejumlah buku dari tersangka demo rusuh pada Agustus 2025, termasuk karya Romo Franz Magnis-Suseno berjudul “Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme”.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Menurut Anhar, tindakan tersebut keliru karena isi buku justru mengkritisi kelemahan pemikiran Karl Marx, bukan mempropagandakan paham komunisme sebagaimana dikhawatirkan aparat.
“Buku itu isinya bukan propaganda komunisme, melainkan justru membedah kelemahannya. Sebelum menyita, aparat seharusnya memahami dulu isi buku agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,” kata Anhar dalam keterangannya, Selasa (23/9/2025).
Ia menegaskan, penyitaan buku berpotensi menimbulkan persoalan baru dan bisa dianggap sebagai upaya membatasi ruang kebebasan akademik. Menurutnya, dalam dunia ilmu pengetahuan tidak ada alasan untuk melarang maupun mengekang literatur.
“Praktik penyitaan buku harus dihentikan demi menjaga kebebasan berpikir dan ruang akademik di Indonesia. Kalau tidak, bangsa ini akan kehilangan tradisi ilmiah yang sehat,” tegasnya.
Polemik penyitaan buku terkait demonstrasi ini menuai sorotan dari berbagai kalangan, terutama akademisi dan aktivis kebebasan berekspresi. Mereka menilai langkah aparat tidak hanya berlebihan, tetapi juga kontraproduktif terhadap upaya mencerdaskan masyarakat melalui literasi.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News