CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Kota Cimahi dinilai memiliki potensi dampak bencana yang cukup besar apabila terjadi pergeseran sesar atau subduksi sesaat di Sesar Lembang. Getaran yang ditimbulkan diperkirakan bisa mencapai kekuatan 7 hingga 8 skala Richter.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Sebagai bentuk upaya mitigasi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi terus menggencarkan sosialisasi dan simulasi bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudhistira, menyampaikan bahwa kesiapsiagaan harus terus dilatih agar masyarakat tidak panik saat menghadapi bencana. Meski demikian, ia berharap potensi bencana besar tersebut tidak terjadi.
“Simulasi kali ini berbeda dari biasanya. Kalau sebelumnya BPBD hanya menyebarkan flyer kepada warga agar bersedia ikut, kali ini kami mengundang sejumlah artis dari sinetron ‘Preman Pensiun’ agar masyarakat lebih antusias mengikuti simulasi, dan hasilnya bisa lebih optimal,” ujar Adhitia usai menyaksikan simulasi evakuasi mandiri di RW 05, Kelurahan Cigugur, Cimahi Tengah, Sabtu (27/09/25).
Adhitia mengakui bahwa terdapat keterbatasan anggaran, namun ia berharap simulasi bencana bisa digelar di seluruh wilayah Kota Cimahi.
“Yang penting kita mulai dulu dari satu kelurahan. Nantinya, simulasi ini akan kami dokumentasikan dalam bentuk film sebagai panduan masyarakat apabila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa seluruh pemangku kepentingan di Cimahi siap menghadapi potensi bencana gempa bumi, termasuk dari sisi infrastruktur yang akan mulai dipersiapkan.
“Sebisa mungkin, kita harus siap. Kekurangan sumber daya bukan jadi alasan. Walaupun sedikit, warga Cimahi harus tetap berani dan tangguh,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Adhitia juga mengajak media massa untuk berperan aktif dalam menyosialisasikan kesiapsiagaan bencana kepada masyarakat.
“Saat ini status kita siaga. Kalau siaga, berarti ada prosedur tetapnya. Anggota, peralatan, semua harus siap,” katanya.
Terkait potensi dampak gempa terhadap bangunan di Kota Cimahi, ia menilai perlu adanya perhatian lebih serius, baik dari sisi kajian maupun regulasi.
“Dokumen kajian kontinjensi tentang gempa bumi sudah kami miliki. Pada tahun 2026, kami juga akan merampungkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Artinya, pengaturan konstruksi bangunan akan lebih detail dan terstruktur,” jelasnya.
Menurutnya, persoalan kualitas konstruksi bangunan tidak hanya menjadi masalah di Cimahi, tetapi juga di kota/kabupaten lain, khususnya di wilayah Bandung Raya.
“Secara fiskal, kami juga mendapat dukungan melalui program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Ini adalah salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap kesiapan warga dalam menghadapi bencana,” pungkas Adhitia. (Bzo)