Jakarta, NyaringIndonesia.com – Sejumlah kepala daerah dari berbagai provinsi mendatangi Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025), guna meminta klarifikasi terkait pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kebijakan pemangkasan tersebut menuai protes luas. Para gubernur menyampaikan langsung dampak yang dirasakan daerah, mulai dari terganggunya pembangunan hingga terbatasnya ruang fiskal untuk membayar belanja rutin.
Beberapa kepala daerah yang hadir antara lain Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution, Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid, serta Gubernur Banten Andra Soni.
Sebelumnya pada pagi hari, Purbaya lebih dulu bertemu Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota untuk membahas isu serupa.
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos mengungkapkan, anggaran transfer ke daerahnya pada 2025 mencapai sekitar Rp10 triliun. Namun tahun berikutnya, anggaran itu turun signifikan menjadi Rp6,7 triliun, dengan pemotongan terbesar terjadi pada pos DBH yang mencapai 60%.
“Transfer pusat yang ada saat ini hanya cukup untuk belanja rutin. Padahal kita perlu menjaga kelangsungan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik,” ujar Sherly, usai pertemuan di Kemenkeu, seperti dilansir Antara.
Hal senada disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Ia mengungkapkan, alokasi TKD ke Aceh turun sekitar 25% dibanding tahun sebelumnya. Bahkan, di beberapa daerah, penurunan mencapai 30%–35%.
“Pemotongan anggaran tentu akan berimbas pada program prioritas seperti pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Ini tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah,” ujar Manaf.
Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Jambi Al Haris menyebut penurunan TKD menimbulkan tantangan serius di daerah, khususnya dalam menjaga keseimbangan APBD dan membayar tunjangan tambahan penghasilan (TPP).
“Beberapa daerah kini kesulitan membayar operasional pegawai, termasuk PPPK. Ketergantungan terhadap TKD sangat tinggi, terutama daerah dengan PAD rendah,” ujarnya.
Menanggapi protes para kepala daerah, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pemerintah pusat mendorong perbaikan tata kelola fiskal di tingkat daerah sebagai syarat keberlanjutan desentralisasi fiskal.
“Desentralisasi bukan hal yang buruk, tapi pelaksanaannya mungkin kurang optimal. Harus ada upaya mempercepat realisasi belanja agar kesan yang muncul lebih positif,” ujar Purbaya.
Ia menekankan bahwa peningkatan dana transfer dapat dilakukan jika kondisi fiskal membaik, khususnya melalui peningkatan penerimaan pajak. Evaluasi terhadap kebijakan ini akan dilakukan kembali pada kuartal II/2026.
“Saya tidak ingin membahayakan keberlanjutan fiskal. Kalau nanti ekonomi membaik, penerimaan naik, kita bagi. Tapi keputusan bukan di saya, itu DPR,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam pembahasan RAPBN 2026, pemerintah dan DPR menyepakati penambahan anggaran TKD sebesar Rp43 triliun, dari usulan awal Rp650 triliun menjadi Rp693 triliun. Namun, angka ini masih jauh lebih rendah dibanding alokasi tahun berjalan yang mencapai Rp919,9 triliun.
Para kepala daerah berharap kebijakan ini ditinjau ulang agar program pembangunan daerah tidak terhambat, dan pelayanan publik tetap berjalan optimal.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News