Perubahan Sikap Luhut Soal Proyek Kereta Cepat

Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh diresmikan pada 2 Oktober 2023, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi kala itu, Luhut Binsar Pandjaitan

Jakarta, NyaringIndonesia.com — Ketika Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh diresmikan pada 2 Oktober 2023, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi kala itu, Luhut Binsar Pandjaitan, tampil penuh percaya diri. Ia menyebut proyek tersebut sebagai “tinta sejarah baru” dalam perjalanan modernisasi transportasi Indonesia.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

“Pada hari ini kita patut berbahagia dan berbangga hati, karena Indonesia menorehkan tinta sejarah baru dalam dunia perkeretaapian modern,” ujar Luhut dalam sambutan yang disiarkan Sekretariat Presiden saat peresmian KCJB.

Kala itu, Luhut memuji kerja keras pemerintah menuntaskan proyek yang sempat terhambat masalah pembebasan lahan, pendanaan, hingga pandemi Covid-19. Ia bahkan menegaskan keberhasilan tersebut sebagai hasil kolaborasi erat antara Indonesia dan Tiongkok yang berhasil membungkam pesimisme publik.

Namun, dua tahun berselang, nada bicara Luhut berubah drastis.

Dalam acara “1 Tahun Prabowo–Gibran” pada Oktober 2025, sosok yang kini menjabat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) itu secara terbuka mengakui bahwa proyek kereta cepat memang bermasalah sejak awal.

“Saya sudah bicara dengan China karena saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya terima sudah busuk itu barang,” ujar Luhut.

Pernyataan tersebut menandai perubahan sikap tajam dari tokoh yang dulu menjadi motor utama proyek KCJB. Ia mengungkapkan bahwa persoalan serius seperti pembengkakan biaya, utang menggunung, dan rumitnya negosiasi dengan pihak China sudah muncul sejak tahap perencanaan.

Kini, Luhut menyebut pemerintah tengah menyiapkan restrukturisasi utang KCIC, sembari menunggu terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) agar tim baru dapat kembali berunding dengan China Development Bank (CDB).

Ia juga menegaskan bahwa APBN tidak akan kembali digunakan untuk proyek tersebut, sejalan dengan sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

“Whoosh itu tinggal restrukturisasi saja. Siapa yang minta APBN? Enggak ada yang pernah minta APBN,” tegas Luhut.

Padahal, berdasarkan catatan, dalam masa pembangunan di era Presiden Jokowi, sebagian biaya proyek Whoosh memang dibiayai lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) guna menutup cost overrun* yang mencapai lebih dari 1,2 miliar dolar AS.

Total investasi proyek kereta cepat ini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp120 triliun, dengan sekitar 75 persen dibiayai pinjaman dari China Development Bank (CDB) berbunga 2 persen per tahun jauh lebih tinggi dibanding tawaran Jepang yang hanya 0,1 persen.

Kini, proyek yang dulu dielu-elukan sebagai simbol kemajuan nasional, justru berubah menjadi beban finansial bagi sejumlah BUMN Indonesia.

Publik pun mulai menyoroti kontradiksi narasi antara masa lalu dan masa kini, proyek yang dahulu dipromosikan sebagai bukti keberhasilan, kini diakui sebagai warisan penuh masalah yang harus diselamatkan lewat negosiasi ulang.

 

==================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama