Akibat Gelombang PHK Banyak Sarjana Beralih ke Pekerjaan Kerah Biru

Cimahi, NyaringIndonesia.com – Dunia kerja saat ini semakin penuh tantangan. Angkatan kerja yang terus bertambah tidak diimbangi dengan jumlah lowongan pekerjaan yang memadai, apalagi dengan syarat-syarat yang semakin ketat. Keadaan ini semakin rumit dengan adanya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di banyak sektor.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Banyak pekerja yang sebelumnya terjamin posisinya, kini harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan pekerjaan. Kondisi ini tentunya menciptakan ketidakpastian, tidak hanya bagi pekerja yang terkena PHK, tetapi juga bagi pencari kerja baru yang ingin memasuki dunia kerja.

Banyak orang, terutama pekerja dengan status kerah putih, yang harus mengambil keputusan sulit dan beralih ke pekerjaan kerah biru demi bertahan hidup. Berbagai perubahan ini menjadi sebuah fenomena yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dalam sebuah cuitan yang ramai di media sosial X (sebelumnya Twitter), seorang pengguna mengungkapkan kesedihannya melihat beberapa lulusan sarjana yang terkena PHK atau kontrak kerjanya tidak diperpanjang, kini harus melamar pekerjaan sebagai asisten rumah tangga (ART) di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten.

Cuitan ini pun mendapat banyak respons dari warganet yang turut merasakan kesulitan yang sama.

Namun, fenomena ini sebenarnya bukanlah hal yang asing, terutama bagi warga Jabodetabek. Banyak di antaranya yang menghadapi kenyataan bahwa pekerjaan dengan jenjang pendidikan lebih tinggi kini semakin terbatas, sementara pekerjaan yang sebelumnya dianggap rendah justru semakin dibutuhkan.

Selain menjadi ART, banyak juga sarjana yang kini beralih menjadi petugas kebersihan, pekerja proyek, pengemudi ojek online, atau bahkan bergabung dengan sektor informal lainnya untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.

Keadaan ini menggambarkan betapa pentingnya kemampuan beradaptasi dalam dunia kerja saat ini. Pekerjaan kerah biru, yang umumnya tidak mensyaratkan pendidikan lebih tinggi dari tingkat sekolah menengah atas, kini menjadi alternatif bagi banyak orang.

Sebaliknya, pekerjaan kerah putih, yang sebelumnya didominasi oleh mereka yang memiliki gelar sarjana atau keahlian khusus, kini semakin terbatas seiring dengan persaingan yang semakin ketat dan adanya pengurangan jumlah lowongan kerja di sektor ini.

Selain itu, fenomena ini juga mencerminkan ketimpangan yang terjadi dalam sistem pendidikan dan ketenagakerjaan. Banyak lulusan sarjana yang merasa gelar mereka seakan tidak memberikan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.

Pada saat yang sama, sektor-sektor pekerjaan yang lebih sederhana, yang sebelumnya kurang diminati, kini menjadi pilihan bagi mereka yang terpaksa menerima kenyataan bahwa pencarian pekerjaan dengan kualifikasi lebih tinggi bukanlah hal yang mudah di tengah krisis ketenagakerjaan yang terjadi.

Satu hal yang jelas, gelombang PHK ini terjadi bersamaan dengan terus bertambahnya jumlah angkatan kerja yang ada. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya mengenai Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2024 mencatat, jumlah angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2024 terdiri dari 144,64 juta penduduk yang bekerja dan 7,47 juta penganggur.

Angka ini menunjukkan bahwa meskipun banyak pekerja yang telah bekerja, tantangan untuk mendapatkan pekerjaan tetap sangat besar, terutama bagi mereka yang terkena PHK atau baru saja lulus dan mencoba mencari pekerjaan pertama.

Dalam situasi seperti ini, fleksibilitas dan keterampilan baru menjadi kunci utama dalam menghadapi dunia kerja yang semakin kompetitif. Banyak orang yang dulu hanya mengandalkan gelar pendidikan tinggi kini mulai menyadari bahwa mereka perlu mengembangkan keterampilan tambahan, baik yang bersifat teknis maupun non-teknis, untuk tetap relevan di pasar kerja.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor industri untuk bekerja sama dalam menyediakan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, agar lebih banyak tenaga kerja yang dapat bertahan dan berkembang meski dalam kondisi yang penuh tantangan ini.

Berita Utama