CEO Prince Holding Group, Chen Zhi, Didakwa atas Jaringan Penipuan Global yang Merugikan Miliaran Dolar AS

Ilustrasi CEO Prince Holding Group, Chen Zhi, Didakwa atas Jaringan Penipuan Global yang Merugikan Miliaran Dolar AS

Jakarta, NyaringIndonesia.com – Pada Rabu (22/10/2025), Departemen Kehakiman Amerika Serikat mendakwa Chen Zhi, CEO Prince Holding Group, terkait dengan operasi penipuan global yang berbasis di Kamboja. Jaringan ini diduga mencuri miliaran dolar AS dalam bentuk mata uang kripto dari korban-korban di berbagai negara.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Sebagai bagian dari penyelidikan, Departemen Keuangan AS menyita aset Bitcoin senilai sekitar 14 miliar dolar AS (sekitar Rp 232,5 triliun). Penyitaan ini tercatat sebagai yang terbesar dalam sejarah dunia kripto. Jaksa Agung AS, Pamela Bondi, dan Wakil Jaksa Agung Todd Blanche menyatakan,

“Amerika Serikat akan menggunakan segala daya untuk melindungi korban, memulihkan aset yang dicuri, dan mengadili pelaku kejahatan.” Ujar Jaksa Agung, dalam pernyataan bersama dikutip dari CBS News, Rabu (22/10/2025).

Dilansir dari BBC, Jumat (24/10/2025), Chen Zhi, yang dilahirkan dan dibesarkan di Fujian, China, memulai karier bisnisnya dengan mengelola perusahaan permainan daring yang tidak sukses. Pada 2010, ia pindah ke Kamboja dan memasuki sektor properti yang sedang berkembang pesat. Perkembangan pesat properti di Kamboja didorong oleh investasi besar-besaran dari China dan proyek-proyek infrastruktur terkait inisiatif Sabuk dan Jalan Presiden Xi Jinping.

Chen Zhi berhasil membangun Prince Group, sebuah konglomerat yang bergerak di sektor properti, perbankan, penerbangan, dan pariwisata. Pada 2014, ia memperoleh kewarganegaraan Kamboja dengan berinvestasi sebesar 250.000 dolar AS. Hal ini memberinya hak untuk membeli tanah atas nama pribadi. Namun, sumber kekayaan Chen Zhi tetap menjadi misteri.

Pada 2019, Prince Group meluncurkan Prince Bank dan merencanakan pembangunan kota futuristik senilai 16 miliar dolar AS di Sihanoukville. Chen Zhi juga memperoleh paspor Siprus dan Vanuatu, yang memberikan akses mudah ke Uni Eropa serta kemudahan dalam bisnis internasional.

Meskipun dikenal sebagai dermawan, menyumbangkan jutaan dolar untuk berbagai program sosial di Kamboja, penyelidikan internasional mengungkapkan bahwa kekayaannya mungkin berasal dari kegiatan ilegal.

Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh AS dan Inggris, ia diduga mengendalikan jaringan penipuan daring yang terlibat dalam perdagangan manusia, pemerasan, dan pencucian uang dalam skala besar.

Setelah perjudian daring dilarang di Kamboja pada 2019, banyak kasino di Sihanoukville tutup. Namun, Chen Zhi justru terus memperluas bisnisnya. Ia membeli properti mewah di berbagai negara, seperti London dan New York, serta koleksi seni bernilai tinggi, termasuk lukisan Picasso. Diduga, aset-aset ini digunakan untuk mencuci uang hasil kejahatan.

AS dan Inggris telah menjatuhkan sanksi terhadap 128 perusahaan dan 17 individu yang terkait dengan Prince Group, yang dituduh menggunakan perusahaan cangkang dan dompet kripto untuk memindahkan uang hasil penipuan.

Dalam dokumen sanksi, Chen Zhi dan jaringannya disebut terlibat dalam berbagai kejahatan berat, mulai dari penipuan daring hingga pemerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan penyiksaan terhadap pekerja yang diperbudak. Salah satu lokasi operasi penipuan yang terungkap adalah Golden Fortune Science and Technology Park, sebuah proyek Prince Group yang terletak di dekat perbatasan Vietnam.

Kini, Chen Zhi menjadi buronan internasional yang dicari oleh otoritas hukum. Jaksa Agung AS menyebut modus operandi yang digunakan oleh Chen sebagai “penyembelihan babi,” istilah untuk penipuan investasi yang memperdaya korban melalui media sosial dan aplikasi pesan. Para korban diyakinkan bahwa dana mereka akan diinvestasikan, namun uang tersebut justru dicuri dan digunakan untuk mendanai gaya hidup mewah para pelaku.

Chen Zhi dan eksekutif Prince Group diduga telah menyuap pejabat publik untuk menghindari penegakan hukum. Seiring dengan penjatuhan sanksi, berbagai lembaga keuangan di Asia dan Eropa kini menghindari hubungan dengan Prince Group. Bank Sentral Kamboja bahkan harus meyakinkan nasabah bahwa dana mereka aman, sementara Korea Selatan telah membekukan aset Prince Group senilai 64 juta dolar AS (sekitar Rp 1 triliun).

Meski demikian, pemerintah Kamboja sejauh ini belum memberikan tanggapan tegas terhadap kasus ini, meskipun tekanan internasional terhadap negara tersebut semakin meningkat.

 

==================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama