Jakarta, NyaringIndonesia.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengonfirmasi bahwa cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) akan mulai diterapkan pada tahun 2025.
Kebijakan ini didasarkan pada Pasal 4 ayat (2) Undang-undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang memungkinkan penambahan barang kena cukai diatur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa dalam RUU APBN 2025 yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR, Pasal 4 ayat (6) menetapkan empat jenis barang yang akan dikenai cukai, yaitu hasil tembakau, minuman yang mengandung etil alkohol, etil alkohol atau etanol, dan MBDK.
“Sebagaimana diatur di UU HPP, MBDK [minuman berpemanis dalam kemasan] akan menjadi Barang Kena Cukai yang diatur dalam UU APBN,” jelas Nirwala.
Namun, Nirwala juga menekankan bahwa penerapan cukai terhadap MBDK memerlukan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah.
Saat ini, pihaknya belum dapat membeberkan target penerimaan dari cukai MBDK untuk tahun 2025, karena detail proyeksi penerimaan masih akan dibahas lebih lanjut antara eksekutif dan legislatif.
“Kita akan menunggu hasil pembahasan pemerintah dengan DPR dalam menetapkan APBN tahun 2025,” ujarnya.
Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dijelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan cukai akan didorong melalui kebijakan ekstensifikasi, termasuk penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan. Langkah ini diambil untuk menjaga kesehatan masyarakat.
“Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan untuk menjaga kesehatan masyarakat,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut, yang dikutip pada Senin (26/8/2024).
Perluasan objek cukai sebenarnya sudah direncanakan sejak 2024, di mana pemerintah menargetkan penerimaan cukai dari produk plastik sebesar Rp1,85 triliun dan dari minuman berpemanis dalam kemasan senilai Rp4,39 triliun, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 76/2023. Namun, kebijakan tersebut belum terealisasi hingga saat ini.
Rencananya, jenis minuman berpemanis yang akan dikenai cukai mencakup berbagai produk seperti sari buah kemasan dengan tambahan gula, minuman berenergi, minuman lain seperti kopi, teh, minuman berkarbonasi, serta minuman spesial Asia seperti larutan penyegar.
Nirwala sebelumnya menjelaskan bahwa pemerintah belum menerapkan kebijakan ini karena masih sangat berhati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai.
Dalam prosesnya, banyak aspek yang dipertimbangkan, termasuk kondisi ekonomi masyarakat, keadaan industri, serta dampak kesehatan.
“Pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya. Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas,” kata Nirwala.
Follow berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News