JAKARTA, NyaringIndonesia.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) minimal 5 persen pada tahun 2025 mendatang.
Kenaikan ini hanya berlaku untuk produk Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM), sedangkan untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), DPR mendorong agar kenaikannya dibatasi demi mendorong penyerapan tenaga kerja di industri tembakau tradisional.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Wahyu Sanjaya, menegaskan bahwa pembatasan kenaikan CHT pada jenis SKT adalah langkah untuk mendukung penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Kenaikan tarif yang disepakati ini lebih rendah dibanding kenaikan pada 2023 dan 2024 yang mencapai 10% per tahun untuk semua golongan.
“Membatasi kenaikan CHT pada jenis SKT untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja,” ungkapnya dalam kesimpulan Rapat Kerja BAKN dengan Kementerian Keuangan soal CHT, Selasa (10/9/2024).
DPR juga meminta pemerintah untuk segera merumuskan roadmap kebijakan industri hasil tembakau yang mencakup penyederhanaan lapisan tarif dan kenaikan secara bertahap selama 1-15 tahun. Kebijakan ini harus mempertimbangkan faktor kesehatan, pengawasan, penerimaan negara, serta keberlangsungan usaha.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, yang menjadi dasar perumusan RAPBN 2025, kenaikan tarif CHT bersifat moderat dengan penyederhanaan struktur tarif dan mendekatkan disparitas antar lapisan tarif.
Meski tarif cukai terus naik, hasil tembakau tetap menjadi salah satu penyumbang utama kas negara. Sebelumnya, dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo juga menekankan bahwa tarif CHT akan memengaruhi penerimaan bea cukai melalui kebijakan multiyears yang moderat dan penyederhanaan layer.
Kenaikan tarif cukai diperkirakan akan berpengaruh pada harga rokok di pasaran, dengan simulasi perhitungan menunjukkan potensi kenaikan harga sekitar 5%, meski harga akhir masih bisa berubah sesuai kebijakan perusahaan dan faktor lainnya.