CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Dekarbonisasi adalah proses mengurangi atau menghilangkan emisi karbon dioksida (CO2) dari berbagai sektor, seperti industri, transportasi, dan energi, untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Sebagai contoh, dekarbonisasi dalam industri bisa dilakukan dengan mengadopsi teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan atau proses produksi yang lebih efisien untuk mengurangi emisi karbon.
Dalam transportasi, dekarbonisasi dapat mencakup penggunaan kendaraan listrik atau transportasi umum yang lebih efisien secara energi. Sedangkan dalam sektor energi, dekarbonisasi bisa melibatkan penggantian bahan bakar fosil dengan energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin.
Benda-benda yang mengandung zat karbon meliputi:
Plastik: Plastik adalah contoh yang umum dari benda yang mengandung zat karbon, seperti polietilen, polipropilena, PVC, dan lainnya.
Kayu: Kayu mengandung karbon dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Karbon Padat: Bahan-bahan seperti batu bara, arang, dan grafit mengandung karbon dalam bentuk padat.
Minyak Bumi: Minyak bumi dan produk turunannya, seperti bensin, diesel, dan pelumas, mengandung senyawa-senyawa organik yang mengandung karbon.
Makanan: Bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, dan serat mengandung karbon dalam berbagai bentuk molekul organik.
Penggunaan bahan yang mengandung zat karbon dapat memiliki beberapa dampak negatif, termasuk:
Emisi Gas Rumah Kaca: Pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.
Polusi Udara: Proses pembakaran bahan bakar fosil juga dapat menghasilkan polutan udara lainnya, seperti nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan partikulat, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan manusia dan merusak lingkungan.
Polusi Air: Industri yang menggunakan bahan-bahan kimia berbasis karbon dapat mencemari air melalui limbah cair yang mengandung senyawa organik beracun dan berbahaya.
Kerusakan Lingkungan: Penggunaan bahan bakar fosil dan produk turunannya dapat menyebabkan kerusakan habitat alami dan ekosistem, termasuk penggundulan hutan, kehilangan biodiversitas, dan kerusakan terumbu karang.
Perubahan Iklim: Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil berkontribusi secara signifikan terhadap perubahan iklim global, termasuk peningkatan suhu rata-rata global, perubahan pola cuaca ekstrem, dan peningkatan tingkat laut.
Tindakan dekarbonisasi bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai dekarbonisasi termasuk:
Mengadopsi Energi Terbarukan: Beralih dari sumber energi fosil ke energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidroelektrik membantu mengurangi emisi karbon.
Meningkatkan Efisiensi Energi: Memperbaiki efisiensi energi dalam industri, transportasi, dan bangunan dengan menggunakan teknologi yang lebih efisien dapat mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2.
Transportasi Berkelanjutan: Mendorong penggunaan transportasi berkelanjutan seperti kendaraan listrik, transportasi umum, dan penggunaan sepeda atau berjalan kaki dapat mengurangi emisi dari sektor transportasi.
Penggunaan Teknologi Ramah Lingkungan: Mengadopsi teknologi ramah lingkungan seperti sistem manajemen limbah yang lebih baik, teknik pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan hutan yang baik dapat membantu mengurangi jejak karbon.
Penyimpanan Karbon: Mengembangkan dan menerapkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) dapat membantu menangkap dan menyimpan emisi karbon sebelum mereka mencapai atmosfer.
Pengurangan Deforestasi: Melindungi hutan dan mengurangi deforestasi serta melakukan penanaman kembali dapat membantu mengurangi emisi karbon dan menjaga biodiversitas.
Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengalihkan masyarakat menuju pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang lebih ramah lingkungan.