Ditjen PPTR Lakukan Peningkatan Pengawasan dan Pengembangan dengan AI untuk Meningkatkan Pengawasan dan Pengembangan Tanah Terlantar

Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) tengah berupaya meningkatkan pengawasan dan mengembangkan metode pemantauan terbaru dengan artificial intelligence (AI). (Sumber: atrbpn.go.id)

JAKARTA, NyaringIndonesia.com – Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) tengah berupaya meningkatkan pengawasan dan mengembangkan metode pemantauan terbaru dengan artificial intelligence (AI).

Hal itu dilakukan guna mengembalikan fungsi tanah terlantar sebagai peruntukan awalnya. Pasalnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat ada 99.099,27 hektare tanah di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai tanah telantar di 23 provinsi.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Jonahar mengatakan, pihaknya juga bakal melakukan pengendalian secara holistik dengan metode pengendalian tahap awal, tengah, dan akhir, serta menggunakan teknologi Geo AI untuk efektivitas dan optimalisasi pemantauan hak atas tanah.

“Nantinya, pemantauan bisa dilakukan di Kantor Pertahanan (Kantah), di Kantor Wilayah (Kanwil), maupun Kementerian ATR/BPN pusat. Ini masih didiskusikan dan yang sedang mulai uji coba di Sulawesi Selatan,” ujar Jonahar dilansir dari laman resmi atrbpn.go.id.

Dikatakan Jonahar, tak sedikit tanah yang dinyatakan telantar tersebut sebetulnya memiliki potensi besar, namun pemanfaatannya tidak dikelola dengan baik oleh pemilik hak atas tanahnya.

Menurutnya, hal itu menjadi pekerjaan rumah bersama bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait, yang juga sejalan dengan visi Presiden Prabowo dalam Asta Cita, yaitu untuk mencapai swasembada pangan.

“Kita berorientasi, berpikiran bahwa tanah telantar yang banyak itu, mulai sekarang, detik ini, dan ke depan itu kalau bisa tidak telantar. Kita awasi betul tidak ada yang melanggar hukum, melanggar tata ruang, dan sebagainya sehingga akhirnya tidak terjadi sengketa juga,” tuturnya.

Tanpa adanya pengawasan yang efektif, jelas Jonahar, banyak tanah yang sebelumnya dianggap telantar justru digunakan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Dirinya pun mencontohkan, tanah pertanian yang tidak dikelola dengan baik bisa beralih menjadi lahan perumahan, komersial, atau bahkan dibiarkan terbengkalai tanpa pemanfaatan yang jelas.

“Hal ini tidak hanya merugikan potensi ekonomi tanah tersebut, tetapi juga berisiko menimbulkan sengketa, baik antar pemilik tanah, masyarakat, maupun pemerintah,” jelasnya.

“Coba yang terjadi sengketa, biasanya tanah yang dikuasai masyarakat itu akibat dari pemilik Hak Guna Usaha (HGU) itu tidak memanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Misal, yang luas tanah di HGU untuk kebun 10.000, ternyata baru ditanam 2.000, akhirnya 8.000 dikuasai (dimanfaatkan tanahnya, red) oleh masyarakat. Terjadilah sengketa,” bebernya.

Penertiban tanah telantar juga dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar.

“Jangan sampai menjadi telah terlantar. Itu tugas utama kita yang paling maju ke depan,” ujarnya. ***

Berita Utama