MEDAN, NyaringIndonesia.com – Dosen Fakultas Hukum USU, Rosmalinda menghadirkan terobosan dengan membangun Bank Sampah berkonsep GEDSI dengan menempatkan pendekatan kesetaraan gender, akses bagi penyandang disabilitas, dan inklusi sosial sebagai fondasi utama.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Program tersebut diluncurkan pada Juli 2025, untuk memperbaiki kondisi lingkungan di Desa Bandar Khalipah.
Dalam implementasinya, Rosmalinda tidak bekerja sendirian. Ia menjalin sinergi dengan Fakultas Teknik Lingkungan dan Fasilkom-TI, menciptakan kerja kolaboratif antarbidang yang bertujuan tidak hanya memperbaiki mekanisme pengelolaan sampah, tetapi juga mengubah pola pikir masyarakat terhadap pentingnya keberlanjutan dan keadilan sosial. Menariknya, seluruh pembiayaan program berasal dari USU, tanpa dukungan dana dari pemerintah daerah.
Selama bertahun-tahun, warga yang tinggal di Jl. Mansyurdin Gg. Anggrek Merah 3 No. 3, Dusun 17, dihadapkan pada persoalan sampah yang terus menumpuk. Minimnya fasilitas Tempat Pembuangan Sementara (TPS) menjadikan sampah sebagai masalah harian yang berdampak pada kesehatan serta kenyamanan.
Melihat kondisi tersebut, Rosmalinda memilih untuk turun tangan. Ia menilai persoalan sampah tidak semata-mata lahir dari perilaku warga, tetapi juga dari lemahnya pembenahan sistemik. Melalui pendekatan GEDSI,
ia ingin memastikan bahwa program ini menghadirkan ruang partisipasi yang adil, terutama bagi perempuan, penyandang disabilitas, kelompok rentan, dan anak-anak.
Dibantu dosen Teknik Lingkungan Hafizhul Khair, dosen Fasilkom-TI Ade Candra, serta mahasiswa dari tiga fakultas, Rosmalinda menyelaraskan pendekatan teknis dan sosial. Bank Sampah bukan hanya dijadikan sarana menukar sampah menjadi pemasukan, tetapi juga menjadi penopang untuk kegiatan pendidikan nonformal, mulai dari mengaji hingga belajar calistung, yang dikelola bersama tokoh masyarakat Sony Suciati.
Rosmalinda mengadopsi prinsip Theory of Change sebagai landasan gerak. Baginya, perubahan besar dapat dimulai dari langkah-langkah sederhana.
“Never think too much, one change is a change,” katanya, menegaskan filosofi perubahan kecil yang berdampak luas.
Meskipun masyarakat selama ini merasa kurang mendapat perhatian dari pihak pemerintah dan fasilitas di lapangan masih serba terbatas, Rosmalinda terus memupuk harapan bahwa perubahan tetap mungkin dicapai melalui kerja kolektif. Namun ia mengakui, tanpa campur tangan pemerintah, capaian program tidak akan maksimal.
Dalam wawancara saat kegiatan penimbangan sampah pada Sabtu, 8 November 2025, ia menekankan perlunya Pemerintah Kabupaten Deli Serdang memberikan perhatian serius terhadap kondisi di lapangan. Menurutnya, pengelolaan sampah merupakan tugas negara, bukan sekadar tanggung jawab warga atau perguruan tinggi.
“Saya berharap program ini tidak berhenti. Tapi pemerintah kabupaten harus bersinergi dengan kecamatan dan pemerintah desa Bandar Khalipah. Kalau tidak, bagaimana masyarakat bisa maju?” ujarnya.
Program Bank Sampah berperspektif GEDSI ini akhirnya menjadi wujud kritik terhadap sistem pengelolaan lingkungan yang masih lemah. Walau USU terus berupaya menutup kekosongan tersebut melalui pemberdayaan, masyarakat tetap menunggu kebijakan struktural yang lebih berpihak dan berkelanjutan.
Kepemimpinan Rosmalinda menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari komunitas kecil. Namun, tanpa dukungan pemerintah, upaya tersebut berisiko terhenti sebelum mencapai dampak jangka panjang.