CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cimahi menindaklanjuti insiden ambruknya Tembok Penahan Tanah (TPT) dengan menggelar rapat bersama berbagai pihak terkait.
Hadir dalam pertemuan tersebut pengembang PT Mandalika, perwakilan dinas terkait, camat, lurah, ketua RW dan RT, serta warga yang menjadi korban longsor.
Rapat ini bertujuan mencari solusi dan titik temu dalam penyelesaian masalah yang terjadi, serta memastikan keadilan bagi semua pihak.
DPRD Cimahi berkomitmen menyelidiki akar permasalahan insiden ini, mencakup aspek teknis hingga perizinan pembangunan.
Wahyu Widiyatmoko, Ketua DPRD Cimahi yang memimpin pertemuan, menegaskan bahwa PT Mandalika telah menunjukkan tanggung jawabnya terhadap warga terdampak.
“Selain PT Mandalika, kami sebagai wakil rakyat dan pemerintah hadir untuk menangani masalah ini. PT Mandalika sudah bertanggung jawab atas warga terdampak longsornya TPT,” ujar Wahyu pada awak media di gedung DPRD Kota Cimahi. Rabu (09/10/24).
Terkait perizinan, Wahyu menjelaskan bahwa DPRD akan memeriksa seluruh dokumen perizinan sejak 2018. Prioritas pertama adalah menyelamatkan warga terdampak.
“Dalam waktu dekat, DPRD Kota Cimahi akan mengundang dinas terkait untuk menyelidiki perizinan pembangunan tersebut,” tambahnya.
DPRD juga memutuskan menghentikan sementara seluruh aktivitas pembangunan PT Mandalika hingga masalah terselesaikan. Wahyu menjelaskan, longsor terjadi akibat struktur bangunan yang tidak sesuai sehingga TPT tidak mampu menahan beban.
“Sebelum kejadian, PT Mandalika sudah mengundang konsultan yang merekomendasikan perbaikan, namun musibah terjadi sebelum perbaikan dilaksanakan,” ungkap Wahyu.
Warga terdampak longsor meminta relokasi segera. Namun, PT Mandalika belum dapat memberikan keputusan final dan membutuhkan waktu hingga 29 Oktober untuk melakukan rapat internal.
Wahyu juga menegaskan pihaknya akan memeriksa status lokasi pembangunan, apakah termasuk zona hijau atau zona kuning.
“Kami akan cek bersama dinas terkait apakah lokasi tersebut masuk zona hijau yang artinya tidak boleh dibangun,” pungkas Wahyu.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Cimahi dari Partai Gerindra, Bambang, mengungkapkan adanya pelanggaran pembangunan di kawasan yang seharusnya menjadi zona hijau.
Dalam keterangannya, Bambang mengingatkan bahwa pada tahun 2018 ia bersama timnya pernah melakukan inspeksi mendadak dan berhasil menghentikan aktivitas alat berat di kawasan tersebut.
“Bahkan ada aksi heroik dari Bu Ninis yang mematikan alat berat kala itu,” ungkap Bambang.
Namun, Bambang mengaku kecewa karena pembangunan di kawasan yang sama muncul kembali. Ia menegaskan bahwa pembangunan di zona hijau merupakan pelanggaran yang memiliki konsekuensi hukum sesuai dengan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW).
“Waktu itu sudah kita hentikan, tapi sekarang muncul lagi. Ini jelas pelanggaran karena kawasan tersebut adalah zona hijau yang tidak boleh dibangun,” tegasnya.
Bambang juga mengkritik dinas terkait yang hadir dalam pertemuan tersebut. Ia menyebut bahwa mereka kurang memahami masalah perizinan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan di kawasan Mandalika pada 2018.
“Mereka tadi tidak mengerti apa-apa. Yang dibaca itu tidak masalah, tapi tidak valid. ” tegasnya.
Selain itu, Bambang menyatakan bahwa Komisi 3 DPRD Cimahi sudah memiliki data yang jelas terkait lahan hijau yang tidak boleh dibangun.
Ia mengingatkan bahwa pada waktu itu Komisi 3 telah memanggil dinas terkait setelah menemukan adanya pembangunan perumahan di kawasan yang seharusnya dilindungi.
“Dulu, kawan-kawan di Komisi 3 sudah memanggil dinas terkait usai menemukan bahwa lahan hijau itu sudah terbangun perumahan,” pungkasnya.
Kasus ini menambah panjang daftar pelanggaran tata ruang yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. (Bzo)