Nyaringindonesia.com – Seorang jurnalis Italia dijatuhi sanksi denda sebesar 6.700 euro (sekitar Rp 106 juta) karena mem-posting artikel yang mengejek tinggi badan Perdana Menteri Giorgia Meloni.
Keputusan ini diambil setelah perdebatan panjang antara jurnalis tersebut, Francesco Cortese, dan Giorgia Meloni, pemimpin partai sayap kanan Brothers of Italy.
Pertengkaran antara keduanya bermula tiga tahun lalu ketika Meloni mulai tampil sebagai pemimpin partai Brothers of Italy.
Dalam salah satu artikelnya, Cortese menerbitkan foto Meloni dengan latar belakang diktator fasis Benito Mussolini, yang memicu kemarahan Meloni.
Foto tersebut dianggap oleh Meloni sebagai bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap dirinya.
Merasa terhina, Meloni mengumumkan bahwa dia akan mengambil langkah hukum terhadap Cortese. Namun, bukannya mundur, Cortese justru merespons dengan lebih banyak komentar yang menyudutkan Meloni di media sosial, terutama di platform X.
Salah satu komentarnya yang paling kontroversial adalah ketika ia menyebut Meloni sebagai “wanita kecil”.
“Kamu tidak membuatku takut, Giorgia Meloni. Lagipula, tingginya hanya 1,2 meter. Aku bahkan tidak bisa melihatnya,” tulis Cortese dalam salah satu postingannya.
Komentar tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk dari pendukung Meloni yang menganggap bahwa komentar Cortese sudah melewati batas dan merupakan bentuk penghinaan pribadi yang tidak dapat diterima.
Di sisi lain, beberapa jurnalis dan aktivis kebebasan berbicara membela Cortese, dengan alasan bahwa kritik terhadap figur publik adalah bagian dari kebebasan pers.
Setelah melalui proses hukum yang panjang, pengadilan akhirnya memutuskan bahwa Cortese bersalah atas tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Cortese dijatuhi sanksi untuk membayar denda sebesar 6.700 euro (sekitar Rp106 juta). Pengadilan menyatakan bahwa komentar dan artikel yang dipublikasikan oleh Cortese tidak hanya menghina tetapi juga merendahkan martabat pribadi Meloni.
Keputusan ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Pendukung Meloni menyambut baik putusan pengadilan tersebut dan menganggapnya sebagai kemenangan melawan penghinaan dan kebencian yang tidak seharusnya ditoleransi.
Mereka berpendapat bahwa kritik terhadap kebijakan dan tindakan seorang pemimpin adalah hal yang wajar, namun penghinaan pribadi yang merendahkan martabat seseorang tidak dapat dibenarkan.
Di sisi lain, kelompok yang mendukung kebebasan pers menganggap putusan ini sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan berbicara dan kebebasan pers di Italia.
Mereka berpendapat bahwa jurnalis harus memiliki kebebasan untuk mengkritik figur publik tanpa takut dihukum.
Beberapa jurnalis dan aktivis hak asasi manusia menyatakan bahwa keputusan ini bisa menjadi preseden berbahaya yang dapat digunakan untuk membungkam kritik dan mengurangi ruang bagi kebebasan pers.
Cortese sendiri menyatakan kekecewaannya atas putusan tersebut dan berencana untuk mengajukan banding.
Dia menganggap bahwa komentar-komentarnya adalah bagian dari kritik yang sah terhadap seorang pemimpin publik dan bahwa hukum seharusnya melindungi kebebasan berbicara, bukan menghambatnya.
Kasus ini mencerminkan ketegangan yang terus berlanjut antara kebebasan pers dan perlindungan terhadap penghinaan pribadi di Italia.
Sementara beberapa melihatnya sebagai langkah penting untuk menjaga martabat dan menghormati individu, yang lain melihatnya sebagai ancaman potensial terhadap kebebasan berbicara dan kebebasan pers.
Bagaimanapun, kasus ini pasti akan terus menjadi bahan perdebatan di kalangan masyarakat dan dunia jurnalisme.
Follow Berita Nyaring Indonesia di Google News