Search
Close this search box.

Fenomena Langka: Puncak Gunung Fuji Tanpa Salju

Pertama kali dalam sejarah 130 tahun, Gunung Fuji tak bersalju
Pertama kali dalam sejarah 130 tahun, Gunung Fuji tak bersalju

NyaringIndonesia.com – Gunung Fuji, ikon alam dan puncak tertinggi di Jepang, sedang mengalami fenomena langka pada tahun ini. Hingga akhir Oktober 2024, puncak Gunung Fuji yang biasanya sudah ditutupi salju masih terlihat gersang tanpa lapisan putih yang khas.

Menurut data Kantor Meteorologi Lokal Kofu, ini menjadi pertama kalinya dalam sejarah pencatatan selama 130 tahun Gunung Fuji tidak bersalju hingga akhir Oktober.

Seperti biasanya, salju di puncak Gunung Fuji mencair pada musim panas dan mulai kembali turun di awal Oktober, saat suhu di Jepang perlahan mendingin.

Berdasarkan catatan cuaca yang ada, lapisan salju di Gunung Fuji biasanya mulai terbentuk sekitar 2 Oktober. Namun, hingga tanggal 28 Oktober 2024, tidak ada tanda-tanda turunnya hujan salju di gunung berapi setinggi 3.776 meter tersebut. Keadaan ini memecahkan rekor sebelumnya pada tahun 1955 dan 2016, di mana salju pertama baru turun pada 26 Oktober.

Yutaka Katsuta, seorang perwakilan dari Kantor Meteorologi Lokal Kofu, menyatakan bahwa situasi ini adalah yang pertama kali tercatat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1894.

“Fenomena ini bisa saja menjadi indikasi dari pengaruh perubahan iklim, meskipun banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan,” ujar Katsuta.

Musim panas 2024 yang terik turut berperan dalam menciptakan kondisi yang tidak biasa ini. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Jepang, suhu rata-rata antara bulan Juni hingga Agustus 2024 tercatat 1,76°C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu rata-rata periode 1991 hingga 2020.

Rekor panas ini tidak hanya dirasakan di Jepang, tetapi juga di banyak tempat lain di Belahan Bumi Utara, di mana musim panas 2024 menjadi salah satu yang terhangat yang pernah tercatat.

Gunung Fuji dan Fenomena Iklim Global

Gunung Fuji, yang merupakan stratovolcano aktif, memiliki sejarah panjang terkait erupsi dan fenomena alam lainnya. Erupsi terakhirnya terjadi pada tahun 1707 dalam peristiwa yang dikenal sebagai letusan Hōei, yang memuntahkan abu dan batu dari lubang baru di sisi tenggara gunung tersebut.

Namun, letusan besar dari puncak utama Fuji sendiri terjadi sekitar 2.300 tahun yang lalu. Seiring waktu, puncak Fuji yang berselimut salju telah menjadi daya tarik utama bagi para pelancong dan pendaki, sekaligus simbol keindahan alam Jepang.

Keterlambatan turunnya salju di Gunung Fuji pada tahun ini dianggap sebagai pertanda dari efek perubahan iklim yang semakin nyata. Para ilmuwan memperingatkan bahwa pola cuaca ekstrem, seperti suhu panas yang berkepanjangan, mungkin semakin sering terjadi akibat pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Fenomena yang terjadi di Gunung Fuji selaras dengan temuan-temuan ilmiah terbaru. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature pada awal tahun ini menunjukkan adanya penurunan lapisan salju yang konsisten di banyak wilayah di Belahan Bumi Utara dalam 40 tahun terakhir.

Hilangnya salju tersebut tidak hanya berdampak pada sektor pariwisata, terutama resor ski, tetapi juga memengaruhi sumber daya air di wilayah Amerika Utara dan Eurasia.

Masa Depan Gunung Fuji dan Implikasi Lingkungan

Meski salju diperkirakan akan turun dalam beberapa minggu mendatang seiring penurunan suhu, kecepatan perubahan ini menunjukkan perlunya perhatian lebih pada perubahan iklim.

Jepang, seperti banyak negara lain, tengah menghadapi tantangan besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencari solusi untuk menjaga kestabilan iklim. Fenomena alam seperti yang terjadi di Gunung Fuji bisa menjadi peringatan akan pentingnya upaya tersebut.

Sejumlah ahli meteorologi dan peneliti iklim menegaskan bahwa keterlambatan hujan salju di Gunung Fuji tidak bisa dianggap sepenuhnya sebagai efek langsung dari perubahan iklim, namun mereka tidak menutup kemungkinan bahwa suhu yang lebih hangat secara global memiliki kontribusi pada fenomena ini.

Gunung Fuji, sebagai ikon nasional Jepang, mungkin akan menjadi saksi bisu dari dampak-dampak perubahan iklim yang lebih besar di masa depan.

Dengan situasi ini, perhatian masyarakat semakin tertuju pada pentingnya menjaga alam dan iklim agar fenomena serupa tidak semakin sering terjadi.

Sebagai salah satu negara dengan suhu yang berfluktuasi cukup ekstrim di sepanjang tahun, Jepang kini semakin gencar menerapkan kebijakan lingkungan yang lebih ramah terhadap alam.

Berbagai langkah, termasuk penanaman pohon, pengurangan limbah plastik, serta promosi energi terbarukan, tengah menjadi fokus utama untuk mengatasi ancaman lingkungan ini.

Penutup

Fenomena tanpa salju di puncak Gunung Fuji menjadi salah satu peringatan nyata akan perubahan pola iklim global. Keadaan ini mengingatkan kita bahwa alam kini sedang mengalami tantangan serius yang dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia.

Meskipun salju mungkin akan segera turun di Gunung Fuji, fenomena tahun ini memberi sinyal bahwa peran manusia dalam menjaga bumi menjadi semakin krusial.

Dengan kerja sama yang berkelanjutan, Jepang dan negara-negara lain bisa berupaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim serta menjaga keindahan dan kelestarian alam bagi generasi mendatang.

*Sumber:

Japanese Station

*Disclaimer:

Konten ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Pintu mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama