Jakarta, NyaringIndonesia.com – Kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali menjadi sorotan setelah maskapai pelat merah tersebut mencatatkan kerugian beruntun sepanjang tahun 2025.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Hingga kuartal III tahun ini, Garuda menanggung rugi sebesar USD 180,7 juta atau sekitar Rp3 triliun, meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebelumnya, pada semester I 2025, perusahaan juga membukukan kerugian bersih sebesar USD 117,9 juta atau setara Rp1,9 triliun. Pendapatan selama periode tersebut hanya mencapai USD 1,54 miliar (sekitar Rp25,7 triliun), turun dari capaian tahun lalu.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menegaskan bahwa perusahaan terus melakukan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kinerja operasional dan menjaga keberlanjutan usaha.
“Kami terus melakukan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kinerja operasional dan menjaga keberlanjutan usaha. Fokus kami saat ini adalah efisiensi biaya, optimalisasi armada, serta peningkatan layanan bagi penumpang,” ujar Irfan dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Ekuitas perusahaan yang kini berada di posisi negatif membuat Garuda kian kesulitan mengakses sumber pendanaan baru. Tingginya liabilitas juga memperberat langkah restrukturisasi keuangan yang tengah dijalankan manajemen.
“Tantangan industri penerbangan global masih tinggi, terutama akibat fluktuasi harga avtur dan nilai tukar. Namun kami optimistis, dengan dukungan pemerintah dan langkah restrukturisasi yang berkelanjutan, Garuda dapat kembali mencatatkan kinerja positif dalam waktu dekat,” tambahnya.
Untuk memperkuat kondisi keuangan, pemerintah melalui Danantara Indonesia, lembaga pengelola investasi BUMN, berencana mengucurkan penyertaan modal negara (PMN) senilai sekitar USD 1,4 miliar atau setara Rp22 triliun. Dukungan ini diharapkan mampu menjaga likuiditas perusahaan sekaligus mempercepat proses pemulihan operasional.
Sementara itu, Ekonom Transportasi dari INDEF, Rizal Taufikurahman, menilai persoalan utama Garuda Indonesia tidak hanya pada tingginya utang dan biaya operasional, tetapi juga pada model bisnis yang belum efisien.
“Garuda harus berani melakukan penyesuaian bisnis, termasuk rasionalisasi rute dan struktur biaya. Suntikan modal negara bisa menjadi penyelamat, tetapi reformasi internal tetap menjadi kunci agar tidak terjebak dalam siklus rugi tahunan,” ujarnya.
Sejumlah faktor disebut menjadi penyebab berlanjutnya kerugian Garuda Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar avtur, biaya pemeliharaan pesawat, dan fluktuasi nilai tukar menjadi tekanan terbesar terhadap beban operasional.
Selain itu, Garuda juga kehilangan pendapatan tambahan atau one-off gains yang pada tahun-tahun sebelumnya sempat membantu menekan angka kerugian.