Cimahi, NyaringIndonesia.com – Sosok Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belakangan ini mencuri perhatian publik dengan pendekatan kebijakan yang dinilai kontras dibanding pendahulunya, Sri Mulyani Indrawati. Meski sempat diragukan mampu menyamai reputasi Sri Mulyani yang telah mendunia, Purbaya perlahan membuktikan bahwa ia membawa warna berbeda dalam mengelola fiskal negara.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Reaksi awal pasar terhadap penunjukannya cukup negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mengalami koreksi tajam sesaat setelah pelantikannya, mencerminkan kekhawatiran investor atas arah kebijakan fiskal ke depan. Namun, tak butuh waktu lama bagi Purbaya untuk membalikkan persepsi publik. Gaya komunikasinya yang lugas dan terbuka, disertai sikap optimistis, menjadikannya figur yang cepat menarik sorotan.
Kebijakan Berani dan Tidak Konvensional
Salah satu langkah awal yang menuai perdebatan adalah kebijakan menarik dana pemerintah senilai Rp200 triliun dari Bank Indonesia untuk disalurkan ke lima bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI, BTN, dan BSI). Purbaya beralasan, dana tersebut lebih baik digunakan untuk menyokong likuiditas perbankan ketimbang mengendap tanpa kontribusi nyata bagi ekonomi riil.
Di sektor perpajakan, Purbaya memilih pendekatan empatik. Ia menegaskan belum akan menaikkan tarif atau memperluas basis pajak dalam waktu dekat, dengan alasan mayoritas masyarakat masih dalam kondisi ekonomi yang sulit. Rencana penerapan pajak e-commerce, misalnya, dinilai belum tepat untuk direalisasikan saat ini.
Sikap kritis juga ditunjukkan terhadap program internal kementerian. Ia mengaku kecewa atas pengembangan aplikasi Coretax yang dianggap tidak optimal meski menyerap anggaran besar. Purbaya berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek tersebut.
Dalam konteks cukai rokok, Purbaya menyampaikan komitmen untuk mengevaluasi kebijakan agar tidak membebani industri. Ia menyoroti maraknya peredaran rokok ilegal yang menurutnya merugikan produsen sah dan penerimaan negara.
Penegakan dan Pengawasan Fiskal
Purbaya juga menunjukkan ketegasan dalam mengejar para penunggak pajak. Ia menyebut pemerintah memiliki data sekitar 200 wajib pajak dengan potensi penerimaan mencapai Rp60 triliun. Sikap ini berbeda dengan kebijakan tax amnesty yang diambil pemerintahan sebelumnya.
Sebagai upaya menepis anggapan bahwa peran Menteri Keuangan hanya sebatas sebagai “kasir negara”, Purbaya langsung melakukan inspeksi ke bank-bank penerima dana penempatan pemerintah untuk memastikan penyaluran berjalan efektif. BNI dan Bank Mandiri menjadi dua bank pertama yang dikunjunginya.
Di sisi lain, Purbaya juga tak segan menyampaikan kritik terhadap program pemerintah lain yang dinilai tidak optimal. Ia menyoroti lambatnya serapan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mengancam akan menarik dananya jika tidak digunakan sesuai rencana.
Pernyataan Kontroversial dan Reaksi Politik
Beberapa pernyataan Purbaya turut menimbulkan kontroversi. Saat rapat bersama DPR, ia mengkritik kinerja sektor energi, khususnya Pertamina yang dinilai belum berhasil membangun kilang baru sejak krisis. Pernyataannya bahkan “terkonfirmasi” secara tak langsung sehari kemudian dengan terjadinya kebakaran kilang di Dumai.
Respons pun bermunculan dari berbagai pihak. Ekonom senior Didik J. Rachbini menyebut penempatan dana Rp200 triliun ke bank Himbara berpotensi melanggar regulasi. Purbaya membantah tudingan tersebut dengan menyatakan langkahnya telah melalui konsultasi hukum.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga memberikan respons atas pernyataan Purbaya terkait kilang minyak dan subsidi LPG 3 kg. Bahlil meragukan validitas data yang disampaikan dan memilih tidak memperpanjang polemik.
Ketua Dewan Energi Nasional, Luhut Binsar Panjaitan, turut mengkritik rencana penarikan dana program MBG. Namun Purbaya tetap pada pendiriannya, menegaskan dana publik harus diserap secara efisien.
Dari ranah politik, kritik datang dari sejumlah tokoh Partai Golkar seperti Idrus Marham dan Misbakhun, serta dari politisi PDI-P Ferdinand Hutahaean yang menilai Purbaya terlalu percaya diri dan cenderung meremehkan persoalan bangsa.
Ekonom Ferry Latuhihin dalam sebuah podcast bahkan menilai pendekatan Purbaya lebih bernuansa politis ketimbang teknokratis.
Evaluasi dan Ruang Manuver
Kebijakan publik, terlebih di sektor strategis seperti fiskal, tidak pernah lepas dari pro dan kontra. Pendekatan Sri Mulyani yang cenderung hati-hati dan fokus pada stabilitas fiskal dinilai tepat oleh sebagian pihak, namun dianggap terlalu konservatif oleh sebagian lainnya.
Sebaliknya, Purbaya mencoba menawarkan pendekatan yang lebih agresif dan langsung menyentuh sektor riil. Terlepas dari gaya komunikasi dan langkah kebijakannya yang kontroversial, publik patut memberi ruang bagi Purbaya untuk membuktikan efektivitas pendekatannya.
Tentu, kritik dan pengawasan tetap diperlukan agar kebijakan fiskal tetap berada dalam koridor kepentingan nasional. Namun, penting pula untuk membedakan antara kritik substansial yang berorientasi solusi dan komentar yang bersifat personal.
Seperti disampaikan ekonom Yanuar Rizky dalam sebuah podcast, analisis mendalam terhadap kebijakan fiskal menjadi bahan pembelajaran penting, jauh lebih konstruktif dibanding narasi yang hanya menyoroti gaya komunikasi atau kepribadian pejabat publik.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News