Cimahi, NyaringIndonesia.com – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia pada Mei 2025 menunjukkan peningkatan signifikan yang mengkhawatirkan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Data yang dirilis dari berbagai sumber memperlihatkan tren kenaikan jumlah pekerja yang terdampak PHK, dengan angka yang bervariasi namun konsisten menunjukan lonjakan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sekitar 24.000 pekerja terkena PHK dari Januari hingga April 2025. Angka ini sudah melebihi sepertiga total PHK sepanjang tahun 2024 yang mencapai 77.965 orang. Lonjakan terbesar terjadi pada periode Februari hingga April 2025, dengan tambahan 10.000 kasus PHK.
Tiga provinsi yang paling terdampak adalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat lebih dari 40.000 pekerja terkena PHK hingga April 2025 dan memperkirakan angka ini bisa mencapai 70.000 orang hingga akhir tahun.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyatakan kekhawatirannya atas kondisi ini. “Makanya kita perlu investasi di sektor padat karya karena PHK sangat mengkhawatirkan buat kita,” ungkapnya.
Menurutnya, sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta sektor jasa menjadi yang paling terdampak. Industri padat karya dan manufaktur, termasuk perusahaan tekstil besar seperti Sritex, juga mengalami PHK massal, dengan Sritex merumahkan sekitar 11.025 pekerja.
Berbagai faktor menjadi penyebab gelombang PHK ini, antara lain perlambatan ekonomi nasional dan global, menurunnya permintaan domestik dan ekspor, daya beli masyarakat yang melemah, serta masuknya produk impor murah.
Selain itu, lanjutnya, kenaikan biaya produksi, perubahan regulasi ketenagakerjaan terutama upah minimum, dan perkembangan teknologi otomasi turut berkontribusi.
Sedangkan Menaker Yassierli menyatakan, saat ini sudah terdata sekitar 24 ribu orang yang terkena PHK.
“Jadi memang terjadi peningkatan signifikan year to year dibandingkan tahun lalu.” Terangnya.
Apindo juga melaporkan bahwa hingga Maret 2025, sebanyak 73.992 peserta BPJS Ketenagakerjaan berhenti karena PHK, dari total 257.471 peserta yang berhenti sepanjang 2024. Klaim Jaminan Hari Tua (JHT) juga meningkat, dengan 154.010 klaim pada 2024 dan 40.683 klaim pada Januari hingga Maret 2025.
Survei Apindo terhadap 357 perusahaan anggota pada Maret 2025 menunjukkan 65% perusahaan melakukan PHK karena penurunan permintaan, 43,4% karena biaya produksi yang tinggi, dan 33,2% karena perubahan regulasi upah minimum. Selain itu, 21,4% terdampak oleh tekanan produk impor dan 20,9% oleh perkembangan teknologi dan otomasi.
Sebanyak 67,1% perusahaan juga menyatakan tidak berencana melakukan investasi baru dalam satu tahun ke depan.
Apalagi, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan ada peningkatan penduduk usia kerja dan angkatan kerja, bisa memperburuk kondisi kesejahteraan.
PHK massal tidak hanya masalah ketenagakerjaan, tapi juga berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah perlu fokus menciptakan lapangan kerja berkualitas dan mengurangi kesenjangan gender dalam angkatan kerja.
==============
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News