Bandung, NyaringIndonesia.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggagas langkah tak biasa untuk mendorong akuntabilitas birokrasi. Mulai November 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mengumumkan nama-nama aparatur sipil negara (ASN) berkinerja buruk melalui media sosial resmi pemerintah.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Pengumuman akan dilakukan melalui platform Instagram, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter). Selain daftar ASN dengan kinerja rendah, pemprov juga akan mempublikasikan nama-nama ASN teladan setiap bulannya.
“Inisiatif ini bukan untuk mempermalukan, tapi demi transparansi publik,” ujar Dedi dalam tinjauan kinerja di Bandung, Senin (6/10/2025).
“Orang-orang yang bekerja keras pantas mendapat pengakuan terbuka. Sementara yang tidak bekerja, rakyat berhak tahu. Kita melayani publik bukan diri kita sendiri.” Tambahnya.
Apa yang oleh sebagian media dijuluki sebagai “daftar malas” ini akan disusun berdasarkan catatan kehadiran dan indikator kinerja yang dikumpulkan dan diverifikasi oleh Biro Organisasi serta Biro Reformasi Birokrasi setiap bulan.
“Tak ada satu pun nama yang diumumkan tanpa bukti yang sah dan diverifikasi. Semua keputusan didasarkan pada data objektif,” tegas Dedi.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya reformasi birokrasi di lingkungan Pemprov Jawa Barat salah satu birokrasi provinsi terbesar di Indonesia dengan menggabungkan pendekatan disiplin tradisional dan pengawasan publik digital.
Sebagai pilot projek program ini akan dijalankan pada tiga instansi terlebih dahulu, yakni Dinas Kesehata, Dinas Pendidikan, dan Dinas Lingkungan Hidup.
Bersamaan dengan publikasi daftar ASN berkinerja rendah, Pemprov juga akan meluncurkan fitur “Karyawan Teladan” untuk memberikan penghargaan kepada pegawai yang menunjukkan disiplin, inovasi, dan kualitas pelayanan publik yang tinggi.
“Jika seseorang bangga disebut teladan, mereka akan bekerja lebih keras. Jika merasa malu diberi label malas, mereka akan terdorong untuk berubah,” kata Dedi.
Kebijakan ini memicu perdebatan di kalangan ASN dan pakar kebijakan publik. Sebagian mendukungnya sebagai terobosan berani untuk meningkatkan akuntabilitas di tengah masih lemahnya budaya kerja birokrasi.
Namun, tak sedikit yang mengkritik pendekatan ini karena dinilai berisiko menurunkan moral pegawai, menimbulkan perundungan daring, dan memperburuk iklim kerja.
Meski menuai pro-kontra, Dedi tetap pada pendiriannya. Menurutnya, pelayanan publik harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan di ruang publik.
“Kami tidak sedang menghukum siapa pun,” tegasnya. “Kami hanya ingin menunjukkan kepada masyarakat seperti apa bentuk pelayanan yang dilakukan dengan integritas.”
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News