Harapan Baru SMPN 6 Cimahi Tertahan di Tumpukan Kayu dan Genteng Lama

SMPN 6 Cimahi
Proses renovasi di SMPN 6 Cimahi

CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Di tengah semangat untuk memperbaiki kondisi sekolah yang sudah lama dinilai tidak layak, SMPN 6 Cimahi justru harus menghadapi kendala dimana renovasi yang diimpikan sejak lama tersendat bahkan sebelum benar-benar dimulai.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Hijrun Rence, Ketua Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) SMPN 6, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ketika ditemui di lingkungan sekolah pada Kamis (11/09/25).

Ia menceritakan perjalanan panjang sekolahnya menuju bantuan renovasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

“Awalnya hanya dapat bantuan pembangunan toilet,” katanya pelan.

Namun segalanya berubah setelah kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) di Bandung pada Juli lalu. Tim dari kementerian datang langsung ke sekolah, menyaksikan sendiri kondisi fisik bangunan yang sudah memprihatinkan.

“Karena keterbatasan lahan di Cimahi, akhirnya diputuskan untuk renovasi sebagian bangunan saja. Alhamdulillah, dapat tambahan bantuan untuk 4 sampai 5 ruang kelas,” tutur Hijrun

Harapan pun menyala. Dana sebesar Rp1,28 miliar dikucurkan dari APBN, dan proyek renovasi mulai bergerak. Namun, langkah itu langsung terhambat oleh satu hal yang tampak sepele tapi berdampak besar: material bongkaran lama yang belum diangkut.

Genteng, kayu, dan sisa bangunan lainnya masih menumpuk di area proyek. Menurut aturan, barang-barang tersebut adalah aset pemerintah daerah yang tidak bisa sembarangan dipindahkan atau dijual tanpa penilaian dari Dinas Aset.

“Dijanjikan tanggal 7 September semua sudah diangkut. Tapi sampai hari ini masih ada. Itu jelas menghambat pekerjaan,” ungkap Hijrun.

Kondisi ini membuat para pekerja sulit bergerak. Material baru seperti baja ringan yang membutuhkan ruang luas tidak bisa segera dipasang. Sementara, tenggat waktu dari kementerian sudah ditetapkan: Desember 2025.

“Kami targetkan rampung 100 hari. Tapi kalau terus seperti ini, bagaimana mau selesai?” ujarnya.

Di tengah ketidakpastian proyek, siswa tetap harus belajar. Namun ruang yang tersedia tak lagi cukup. Sebagian kelas dipindahkan, sebagian lagi harus menjalani sistem belajar bergiliran , pagi dan siang.

Seorang wali murid yang ditemui di lokasi mengaku khawatir.

“Anak saya belajar di kelas yang dindingnya retak. Kami takut kalau sewaktu-waktu atapnya roboh,” katanya,

Meski begitu, Hijrun memastikan pihak sekolah tidak tinggal diam. Ia terus menjalin komunikasi dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Aset agar proses renovasi bisa kembali berjalan.

“Kami ingin anak-anak punya ruang belajar yang aman. Bukan hanya untuk mereka sekarang, tapi juga generasi berikutnya,” pungkasnya. (Bzo)

 

Editor : A Gunara

# # # #

Berita Utama