Jakarta, NyaringIndonesia.com – Harga emas diprediksi bisa menembus level USD 10.000 per ons pada akhir dekade ini, seiring meningkatnya ketidakpastian global dan tekanan terhadap ekonomi dunia.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Menurut laporan Fortune, harga emas sempat menyentuh USD 4.000 per ons untuk pertama kalinya pada awal pekan ini. Namun, pasar kembali bergejolak pada Jumat lalu setelah mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 100% terhadap China, serta membatasi ekspor perangkat lunak asal AS.
Veteran pasar keuangan Ed Yardeni, Presiden Yardeni Research, dalam catatan yang dirilis Senin, menegaskan kembali proyeksi bullish terhadap logam mulia tersebut. Ia mencatat bahwa prediksi-prediksi sebelumnya kerap terealisasi lebih cepat dari jadwal.
Yardeni menyebutkan sejumlah faktor yang mendorong reli harga emas, termasuk peran tradisionalnya sebagai lindung nilai terhadap inflasi, langkah bank-bank sentral global melakukan de-dolarisasi pasca pembekuan aset Rusia, krisis properti di China, serta memanasnya ketegangan geopolitik akibat perang dagang dan kebijakan luar negeri Trump.
Ia memprediksi harga emas akan mencapai USD 5.000 per ons pada 2026, dan berpotensi menembus USD 10.000 sebelum tahun 2028.
Kebijakan moneter AS juga turut memberi dorongan. Federal Reserve (The Fed) mulai kembali melonggarkan suku bunga sejak bulan lalu, dengan fokus beralih dari inflasi ke stagnasi pasar tenaga kerja.
Meskipun belum ada sinyal pelonggaran agresif, prospek pemangkasan suku bunga lanjutan di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih kuat telah meningkatkan kekhawatiran inflasi yang berkelanjutan.
Di sisi lain, melonjaknya utang negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat, telah menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan investor terhadap nilai mata uang global. Kondisi ini mendorong munculnya fenomena debasement trade, di mana investor mengalihkan portofolio ke aset lindung nilai seperti emas dan bitcoin dengan asumsi bahwa inflasi akan dibiarkan meningkat guna meringankan beban utang negara.
Dalam catatan terpisah pada Rabu lalu, ekonom komoditas dan iklim di Capital Economics, Hamad Hussain, menyebutkan bahwa fenomena “fear of missing out” (FOMO) mulai mendominasi perdagangan emas. Ia memperkirakan tren kenaikan harga akan berlanjut, meski dengan laju yang lebih lambat karena faktor-faktor pendorong utama diperkirakan mulai melemah.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News