CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Kasus stunting di Kota Cimahi, Jawa Barat, kembali menjadi perhatian usai Kementerian Kesehatan merilis hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dalam laporan tersebut, Cimahi menempati posisi kedua sebagai daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 22,3 persen.
Angka tersebut mengindikasikan bahwa sekitar 22 dari setiap 100 anak di Cimahi mengalami gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada masa seribu hari pertama kehidupan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cimahi, dr. Mulyati, menjelaskan bahwa tingginya angka stunting di wilayahnya disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Di antaranya adalah, kurangnya kesadaran masyarakat, kondisi sanitasi lingkungan yang belum optimal, serta tingginya mobilitas dan urbanisasi, yang menyebabkan pertumbuhan penduduk di Cimahi meningkat tajam.
āCimahi merupakan daerah dengan mobilitas penduduk yang tinggi dan banyak dihuni oleh pendatang. Kondisi ini menyebabkan angka stunting turut meningkat, karena data tetkumpul dan populasi yang tercatat di wilayah Cimahi,ā ujar dr. Mulyati, Jumat (19/09/25).
Lebih lanjut, dr. Mulyati menjelaskan bahwa kepadatan permukiman di Cimahi berdampak pada kualitas lingkungan tempat tinggal. Rumah-rumah yang berdempetan membuat sirkulasi udara tidak memadai, sehingga meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan menurunkan kualitas kesehatan anak.
Pola asuh yang belum sesuai dengan standar kesehatan gizi anak juga menjadi penyebab utama. Banyak orang tua masih belum optimal dalam hal, emberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, penyediaan makanan Pendamping ASI (MPASI) yang memenuhi kebutuhan nutrisi anak, asupan protein hewani dan mikronutrien yang cukup, serta pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin melalui fasilitas kesehatan atau posyandu.
Selain itu, perilaku merokok di dalam rumah juga menjadi perhatian, karena turut memengaruhi kesehatan anak secara tidak langsung.
Menurut Dinkes Cimahi, peran ibu hamil sangat penting dalam upaya pencegahan stunting. Pemeriksaan kehamilan secara rutin minimal tujuh kali selama masa kehamilan sangat dianjurkan untuk memastikan kesehatan ibu dan janin.
Namun demikian, kondisi ekonomi keluarga kerap menjadi penghambat dalam pemenuhan kebutuhan gizi yang memadai. Banyak keluarga yang lebih mengutamakan makanan murah dan mengenyangkan, namun kandungan gizinya rendah.
āBanyak masyarakat yang hanya mampu membeli makanan dengan harga terjangkau, meskipun nilai gizinya tidak mencukupi kebutuhan anak. Ini menjadi tantangan besar dalam penanganan stunting,ā tambah dr. Mulyati.
Selain data SSGI, Dinas Kesehatan Kota Cimahi juga merujuk pada data internal dari aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM). Berdasarkan sistem tersebut, prevalensi stunting di Cimahi tercatat lebih rendah, yakni 10,27 persen.
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan metode pengumpulan data. SSGI menggunakan pendekatan survei berbasis sampling secara nasional, sedangkan E-PPGBM mencatat data berdasarkan identitas anak secara langsung di tingkat posyandu.
āKeduanya memiliki pendekatan yang berbeda, namun sama-sama penting sebagai rujukan dalam merumuskan kebijakan penanganan stunting di Cimahi,ā pungkas dr. Mulyati. (Bzo)