NyaringIndonesia.com – Andi Ramang atau yang oleh FIFA disebut Rusli Ramang, adalah sosok legendaris dalam sejarah sepakbola Indonesia. Lahir di Barru, Sulawesi Selatan, pada 24 April 1924.
Ramang telah meninggalkan jejak emas dalam perjalanan sepakbola nasional dan internasional. Keahliannya sebagai penyerang membuatnya dikenal di seluruh Nusantara, bahkan dunia.
Sebagai anak dari keluarga miskin, Ramang tak pernah menyerah pada keadaan. Di masa kecilnya, ia bersekolah hanya sampai tingkat SD dan membantu keluarganya dengan berdagang ikan sejauh 50 kilometer.
Ketika dewasa, Ramang menjadi tukang becak, tetap berusaha menghidupi keluarganya dengan kerasnya kehidupan.
Namun, nasib mempertemukannya dengan sepakbola. Kariernya dimulai di klub lokal Persis (bukan Persis Solo), sebelum akhirnya bergabung dengan Bond Makassar, yang kini dikenal sebagai PSM Makassar.
Meski telah bermain di klub besar, Ramang tetap mencari nafkah sebagai tukang becak dan kernet truk. Ia terus memperjuangkan mimpinya di lapangan hijau sambil tetap bekerja keras demi keluarganya.
Di era 1950-an, Ramang dikenal sebagai penyerang yang tajam dan piawai. Mencetak 316 gol dari 397 pertandingan, yang berarti ia memiliki tingkat konversi gol sebesar 79,5%, sebuah catatan yang luar biasa.
FIFA mengakui Ramang sebagai salah satu pemain terhebat di zamannya, dengan kekuatan tendangan dan kecerdasan bermain yang di atas rata-rata.
FIFA bahkan menyebutnya sebagai “kurcaci pembunuh” karena tinggi badannya yang hanya 156 cm, tetapi ia mampu mengatasi lawan-lawan bertubuh lebih besar.
Salah satu momen puncak dalam kariernya adalah ketika Ramang membuat Lev Yashin, kiper legendaris Uni Soviet, jatuh bangun menghadapi tendangan-tendangannya.
Ramang juga pernah membawa Tim Nasional Indonesia hampir mengalahkan Jerman Timur, mencatatkan namanya sebagai salah satu pemain Asia yang paling ditakuti di dunia sepakbola.
Namun, tak selamanya perjalanan hidup Ramang mulus. Pada tahun 1961, ia dituduh terlibat dalam pengaturan skor pada pertandingan antara Persebaya dan PSM, dan dikenai hukuman larangan bermain seumur hidup.
Meski hukuman ini dicabut pada tahun 1962, sinar kehebatannya mulai meredup. Ia akhirnya pensiun pada 1968 di usia 40 tahun.
Setelah pensiun, Ramang sempat melatih beberapa klub, termasuk PSM Makassar. Namun, pendidikan formalnya yang terbatas membuatnya kesulitan mendapatkan sertifikat kepelatihan, sehingga kariernya sebagai pelatih tidak berkembang seperti kariernya sebagai pemain.
Pada 26 September 1987, Andi Ramang meninggal dunia setelah lama menderita penyakit paru-paru. Ia wafat dalam kondisi yang memprihatinkan, tanpa biaya untuk berobat dan tinggal bersama keluarga besarnya yang berjumlah 19 orang di sebuah rumah sederhana.
Kisah hidup Ramang adalah sebuah tragedi bagi seorang legenda sepakbola yang telah memberikan segalanya untuk negara, tetapi tidak mendapatkan penghargaan yang layak di masa tuanya.
Hingga hari ini, namanya tetap menjadi simbol kehebatan sepakbola Indonesia, dan FIFA telah mengakui warisannya sebagai salah satu pemain terbaik sepanjang masa. Semoga di masa depan, para atlet seperti Ramang mendapatkan penghargaan yang lebih baik, bukan hanya saat berkarier tetapi juga di masa tua mereka.
FIFA menyimpulkan penghormatan mereka terhadap Andi Ramang dengan mengatakan, “Jika ia muncul di era sepakbola modern, bukan tidak mungkin ia akan diperebutkan oleh klub-klub besar dan mungkin meraih penghargaan Ballon d’Or.”
Follow berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News