CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang telah baligh dan mampu. Ibadah ini bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Namun, ada sebagian orang yang dengan sengaja membatalkan puasanya tanpa alasan yang dibenarkan, seperti sakit atau bepergian jauh. Perbuatan ini termasuk dosa besar, karena melanggar perintah Allah dan menodai kesucian Ramadan.
Bagi mereka yang dengan sengaja membatalkan puasa, terdapat beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi:
• Bertaubat dengan sungguh-sungguh, memohon ampun kepada Allah SWT.
• Mengqadha’ puasa di hari lain setelah Ramadan.
• Membayar kafarat (tebusan) jika pembatalan dilakukan dengan hubungan suami istri, yaitu dengan:
• Membebaskan seorang budak (jika memungkinkan).
• Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
• Jika masih tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin.
Namun, jika puasa dibatalkan hanya karena makan atau minum dengan sengaja, kewajibannya hanya mengqadha’ tanpa kafarat.
Allah SWT menegaskan dalam ayat lain bahwa berbuka puasa hanya diperbolehkan bagi orang yang memiliki uzur tertentu:
“Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ayat ini menunjukkan bahwa membatalkan puasa tanpa alasan yang sah adalah tindakan yang melanggar perintah Allah.
Rasulullah ﷺ juga memberikan peringatan keras bagi mereka yang berbuka puasa tanpa alasan yang dibenarkan:
“Barang siapa berbuka (membatalkan puasa) sehari saja di bulan Ramadan tanpa rukhshah (keringanan) dan tanpa sakit, maka puasanya sepanjang masa tidak akan bisa menggantikannya, walaupun ia berpuasa seumur hidup.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Sementara itu, bagi yang membatalkan puasa karena berhubungan suami istri, kewajibannya lebih berat. Hal ini dijelaskan dalam hadis berikut:
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah binasa.” Nabi bertanya, “Apa yang telah terjadi?” Ia menjawab, “Aku telah berhubungan badan dengan istriku di siang hari Ramadan.”
Nabi ﷺ bersabda: “Merdekakanlah seorang budak.”
Ia berkata, “Aku tidak mampu.”
Nabi ﷺ bersabda: “Berpuasalah dua bulan berturut-turut.”
Ia berkata, “Aku tidak mampu.”
Nabi ﷺ bersabda: “Berilah makan enam puluh orang miskin.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari dalil-dalil di atas, jelas bahwa membatalkan puasa dengan sengaja tanpa alasan syar’i adalah perbuatan dosa besar. Hukumnya lebih berat jika dilakukan dengan hubungan suami istri, karena terdapat kewajiban kafarat selain mengqadha’.
Oleh karena itu, setiap Muslim hendaknya menjaga puasanya dengan baik dan hanya berbuka jika memiliki uzur yang dibenarkan dalam syariat. (Tim)
==============
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News