Kontroversi Megawati Tak Masuk Best 7 V-League 2024-2025, KOVO Diterpa Kecaman Volimania

Federasi Bola Voli Korea Selatan (KOVO) tengah menjadi sorotan usai pengumuman penghargaan Best 7 V-League 2024-2025 menuai kontroversi. Salah satu pemicunya adalah tidak masuknya nama Megawati Hangestri Pertiwi dalam daftar tujuh pemain terbaik musim ini, meski tampil impresif sepanjang musim.

Korea, NyaringIndonesia.com – Federasi Bola Voli Korea Selatan (KOVO) tengah menjadi sorotan usai pengumuman penghargaan Best 7 V-League 2024-2025 menuai kontroversi. Salah satu pemicunya adalah tidak masuknya nama Megawati Hangestri Pertiwi dalam daftar tujuh pemain terbaik musim ini, meski tampil impresif sepanjang musim.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Acara penganugerahan penghargaan V-League berlangsung pada Senin (14/4/2025) pukul 14.00 WIB. Penghargaan bergengsi ini menetapkan tujuh pemain terbaik dari masing-masing posisi, termasuk posisi opposite. Namun, hasil yang diumumkan justru memantik reaksi keras dari penggemar voli Indonesia, terutama volimania yang merasa kecewa atas keputusan tersebut.

Megawati yang selama musim ini tampil cemerlang bersama tim Daejeon JungKwanJang Red Sparks, diharapkan menjadi peraih Opposite terbaik. Ia diketahui mencatatkan dua kali MVP ronde, membawa timnya menang 13 kali beruntun, lolos ke babak playoff, hingga mengantarkan Red Sparks ke final dan finis sebagai runner-up liga.

Sebaliknya, penghargaan Opposite terbaik justru jatuh kepada Gyselle Silva, pemain asing asal GS Caltex yang memang menjadi top skorer musim reguler dan sempat menyabet satu MVP.

Meski begitu, banyak penggemar merasa pencapaian Silva tidak lebih unggul dari Megawati secara keseluruhan, terlebih dari segi kontribusi tim dan konsistensi sepanjang musim.

Kekecewaan penggemar tumpah ruah di media sosial. Banyak yang menyayangkan keputusan voting oleh jurnalis yang dianggap mengesampingkan statistik dan performa nyata di lapangan.

Beberapa bahkan menyebut keputusan ini sebagai bentuk diskriminasi atau rasisme terselubung terhadap pemain Asia Tenggara.

Berikut sejumlah komentar tajam dari warganet

“Cuman satu kata! Najis! Gua ngomong gini bukan overproud, tapi ini keterlaluan. Kalau Megawati orang Thailand, Korea, atau Zimbabwe sekalipun, gua tetap bilang dia layak Best Opposite!”

“Mega: 2x MVP round, bawa tim ke final, #1 di beberapa kategori attack. Tapi yang menang timnya kalah 14x beruntun? Gimana ceritanya?”

“Kalau memang voting dari jurnalis, seharusnya mereka lihat data dan statistik. Ini namanya bukan profesional.”

Tak sedikit pula yang menyerukan boikot terhadap Liga Voli Korea dan menyatakan tak ingin lagi mengikuti kompetisi tersebut, terlebih karena Megawati dipastikan tidak memperpanjang kontrak di Korea Selatan.

“Akhirnya punya alasan ikhlas Mega gak lanjut di Korea. KOVO memang ga worth it.”

“Terima kasih KOVO, sudah bikin Mega makin dilirik dunia. Tapi kami tidak akan nonton lagi!”

Meski hasil Best 7 ditentukan melalui voting dari para jurnalis olahraga Korea, banyak yang mempertanyakan transparansi dan parameter penilaiannya.

Publik menilai bahwa penghargaan seharusnya diberikan berdasarkan kombinasi statistik, kontribusi tim, dan konsistensi performa, bukan hanya nama besar atau popularitas klub.

Situasi ini menyoroti tantangan yang masih ada dalam proses penilaian di kompetisi internasional, serta membuka diskusi lebih luas soal keberpihakan, representasi, dan penghargaan yang adil dalam dunia olahraga.

 

==============

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama