KPK Dalami Dugaan Pertemuan Yaqut dan Eks Bendahara Amphuri Soal Kuota Haji 2024

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pertemuan antara mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dengan mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Amphuri), Tauhid Hamdi

JakartaNyaringIndonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pertemuan antara mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dengan mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Amphuri), Tauhid Hamdi. Pertemuan itu diduga berkaitan dengan penerbitan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama mengenai pembagian tambahan kuota haji tahun 2024.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

“Apakah pertemuan itu terjadi sebelum atau sesudah terbitnya SK, itu yang sedang kami dalami,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 25 September 2025.

KPK memeriksa Tauhid Hamdi hari ini terkait dugaan pertemuan tersebut. Ia tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.42 WIB dengan mengenakan batik kuning, dan keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 14.25 WIB.

Kepada awak media, Tauhid membenarkan bahwa pemeriksaan hari ini mencakup konfirmasi soal pertemuannya dengan Yaqut. Ia menyebut pertemuan itu memang membahas soal pembagian kuota haji tambahan.
“Hari ini ada 11 pertanyaan, salah satunya soal pertemuan dengan Gus Yaqut,” kata Tauhid sebelum masuk ke dalam mobil putih yang menjemputnya di depan kantor KPK.

Tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu yang diperoleh Indonesia pada 2024 merupakan hasil diplomasi Presiden Joko Widodo dengan Kerajaan Arab Saudi. Namun, KPK mencurigai pembagian kuota itu tidak sesuai dengan ketentuan.

Menurut KPK, seharusnya kuota tambahan itu dibagi 92 persen untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk jemaah haji khusus. Namun, Kementerian Agama membaginya secara merata: masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan haji khusus.

“Skema ini berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu, terutama penyelenggara perjalanan haji,” ujar Asep. Ia menambahkan, jemaah yang mengikuti haji khusus bisa

KPK juga menduga adanya praktik jual-beli kuota haji dalam pembagian tambahan tersebut. Menurut Asep, biro perjalanan harus membayar antara US$2.700 hingga US$7.000 (sekitar Rp42 juta – Rp115 juta) untuk mendapatkan satu kursi haji khusus.

“Memang ada pembagiannya—berapa yang dijual, berapa yang harus disetorkan kepada oknum di Kemenag,” kata Asep.

Pengamat haji dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ade Marfuddin, menyoroti maraknya penyelenggara yang menjual paket haji furoda yang seharusnya merupakan jalur undangan dari pemerintah Arab Saudi. Namun dalam praktiknya, mereka justru memberangkatkan jemaah dengan menggunakan visa haji khusus.

“Ini praktik yang menabrak aturan dan menyalahgunakan skema visa yang sudah diatur pemerintah,” ujarnya.

KPK menyatakan akan terus mendalami kasus ini untuk memastikan apakah ada unsur gratifikasi atau penyalahgunaan wewenang dalam proses pembagian kuota haji tambahan. Termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat lain di Kementerian Agama maupun pihak swasta.

 

==================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama