Jakarta, NyaringIndonesia.com – Tim penasihat hukum mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN), Riva Siahaan, menilai bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023 tidak berdasar dan bersifat spekulatif.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dalam sidang pembacaan eksepsi (nota keberatan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025), kuasa hukum Riva menyebut bahwa uraian jaksa terkait dugaan kerugian negara senilai Rp 285 triliun hanyalah narasi fiksi yang tidak sesuai dengan fakta hukum.
“Kerugian keuangan negara sebagai akibat dari perbuatan terdakwa menjadi seperti suatu cerita fiksi yang tidak masuk akal,” ujar perwakilan tim kuasa hukum di hadapan majelis hakim.
Tim pembela juga menilai bahwa dakwaan jaksa tidak menjelaskan secara rinci hubungan sebab-akibat antara tindakan pribadi Riva dengan kerugian negara yang dimaksud. Mereka menegaskan bahwa semua keputusan yang diambil oleh kliennya merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam struktur perusahaan.
Lebih lanjut, mereka menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak memenuhi unsur logis maupun yuridis, serta tidak didukung oleh alat bukti yang cukup. Oleh karena itu, tim hukum meminta agar perkara ini diselesaikan melalui pendekatan hukum administrasi, bukan pidana.
Sebagai perbandingan, kuasa hukum merujuk pada kasus mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Hendri Antoro, yang tidak dijerat pidana meski terbukti menerima aliran dana dari kasus robot trading karena tidak ditemukan niat jahat (mens rea). Mereka menilai Riva Siahaan seharusnya mendapat perlakuan hukum serupa.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana, Kamis (9/10/2025), JPU menyatakan bahwa Riva Siahaan diduga telah menyalahgunakan wewenang selama menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021 hingga Juni 2023. Ia dinilai menguntungkan dua perusahaan asing asal Singapura, yakni BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil Pte. Ltd.
Jaksa menyebut Riva menyetujui usulan bawahannya, Edward Corne (Asisten Manajer Crude Import Trading ISC Pertamina), untuk menjadikan kedua perusahaan tersebut sebagai pemenang tender impor BBM jenis Gasoline RON 90 dan RON 92. Usulan itu disampaikan melalui memorandum pelelangan khusus dan disetujui Riva dalam kapasitasnya sebagai pimpinan.
Dalam pengadaan tersebut, jaksa menyebut BP Singapore diperkaya sebesar USD 3.600.051 untuk pengadaan Gasoline 90 dan USD 745.493 untuk Gasoline 92. Sementara, Sinochem disebut menerima keuntungan sebesar USD 1.394.988 untuk pengadaan Gasoline 90.
Selain itu, dalam kegiatan penjualan solar non-subsidi, Riva juga dinilai melanggar pedoman internal perusahaan dengan menyetujui harga jual BBM industri yang berada di bawah Bottom Price dan tidak memperhitungkan margin keuntungan. Kontrak jual beli tersebut disebut merugikan keuangan PT PPN.
Jaksa juga menyoroti bahwa Riva tidak menetapkan pedoman negosiasi harga sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direktur Utama No. Kpts034/PNA000000/2022-S0 tanggal 10 Oktober 2022.
Jaksa mendalilkan bahwa perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian negara dalam dua komponen utama: Pengadaan impor BBM Kerugian senilai USD 5.740.532, Penjualan solar non-subsidi, Kerugian sebesar Rp 2.544.277.386.935
Secara keseluruhan, total kerugian negara disebut mencapai sekitar Rp 285,18 triliun, yang terdiri dari USD 2,73 miliar dan Rp 25,43 triliun dari tata kelola minyak mentah dan produk kilang, Rp 171,99 triliun dari harga BBM yang dianggap terlalu mahal (kemahalan harga), yang berdampak pada beban ekonomi, USD 2,61 miliar dari keuntungan ilegal (illegal gain) dalam kegiatan bisnis lain PT Pertamina Patra Niaga selama 2021–2023.
Atas dasar tersebut, tim kuasa hukum Riva Siahaan meminta agar majelis hakim mempertimbangkan untuk membatalkan dakwaan jaksa atau memerintahkan penyelesaian perkara melalui jalur administrasi. Mereka menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki niat jahat dalam menjalankan tugas dan hanya menjalankan fungsinya dalam struktur korporasi.
Sidang lanjutan dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi dijadwalkan digelar pekan depan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News