Kuota Haji Tambahan Dijual ke Biro Perjalanan, KPK Temukan Dugaan Korupsi

Foto ilustrasi dugaan kuota haji yang dijual ke biro perjalanan

Jakarta, NyaringIndonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan yang diterima Indonesia dari Pemerintah Arab Saudi. Tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah yang seharusnya dikelola negara justru diduga dijual kepada biro perjalanan dengan harga tinggi, menimbulkan potensi kerugian negara hingga lebih dari Rp1 triliun.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa kuota tambahan tersebut semestinya diberikan kepada negara, bukan kepada biro perjalanan atau perorangan.

“Sebetulnya kuota itu kan diberikan kepada negara, tidak diberikan kepada travel, tidak diberikan kepada perorangan,” ujar Asep saat dikonfirmasi, Ahad (21/9/2025).

Kuota tambahan itu merupakan hasil diplomasi Presiden Joko Widodo dengan Kerajaan Arab Saudi, yang seharusnya dibagi dengan komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, sesuai Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Namun, menurut temuan KPK, Kementerian Agama justru membagi kuota secara merata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Skema ini dinilai menguntungkan segelintir biro perjalanan karena memungkinkan mereka memberangkatkan jemaah tanpa harus antre bertahun-tahun seperti jemaah reguler.

Asep menyebut, sekitar 100 biro perjalanan mendapat jatah kuota tambahan tersebut. Namun, kuota itu tidak dibagikan secara gratis.

“Memang ada pembagiannya, berapa yang dibagikan, jadi nanti dijual berapa, berapa yang harus dikasih ke oknum di Kemenag,” ujarnya.

Berdasarkan informasi KPK, biro perjalanan harus membayar antara US$2.700 hingga US$7.000 (sekitar Rp42 juta – Rp115 juta) per kursi untuk mendapatkan jatah kuota haji tambahan.

Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ade Marfuddin, menyebut banyak biro haji yang mengiklankan paket haji furoda jalur undangan langsung dari pemerintah Arab Saudi namun faktanya memberangkatkan jemaah dengan visa haji khusus yang diperoleh dari kuota tambahan tersebut.

“Visa haji khusus itu jauh lebih murah dibanding visa furoda yang harganya bisa mencapai US$6.000 hingga US$12.000,” kata Ade.

Dengan cara ini, biro perjalanan bisa meraup keuntungan besar dari selisih harga visa, selain dari biaya paket haji itu sendiri.

Ade juga menyoroti ketidaktransparanan pemerintah dalam pembagian kuota. Menurutnya, jika kuota dibagikan tidak merata, maka hanya biro yang sanggup membayar mahal yang akan mendapat jatah.

“Kalau tidak rata, berarti ada orang yang mampu membeli besar, ada yang tidak sanggup beli, ada yang tidak mau beli,” tambahnya.

KPK resmi membuka penyelidikan kasus ini pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa kerugian awal negara dalam kasus ini melebihi Rp1 triliun. Selain itu, tiga orang telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.

Tak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menyelidiki penyelenggaraan ibadah haji 2024. Pansus menemukan sejumlah kejanggalan, terutama pada pembagian kuota tambahan 20.000 yang dilakukan secara 50:50 antara haji reguler dan haji khusus.

Padahal, pembagian ini bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan 92 persen lainnya diperuntukkan bagi jemaah reguler.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi perhatian publik karena menyangkut integritas lembaga negara dan hak masyarakat untuk menunaikan ibadah secara adil. Investigasi KPK dan DPR akan menjadi ujian serius bagi reformasi tata kelola haji di Indonesia.

 

=====================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama