NyaringIndonesia.com – Ada sebuah tradisi unik yang hanya bisa dieksplor di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar. Tradisi tersebut bernama omed-omedan, yaitu tradisi saling peluk dan tarik-menarik secara bergantian antara dua kelompok muda-mudi yang rutin diadakan setiap tahun pada hari pertama setelah Nyepi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Omed-omedan dalam bahasa Indonesia berarti tarik-menarik. Omed-omedan diperkirakan telah ada sejak abad 17 silam dan terus berlangsung sampe saat ini. Konon, tradisi Omed-omedan berasal dari warga Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan.
Para warga tuh dulunya berinisiatif buat sebuah permainan tarik-menarik, tapi lama-kelamaan permainan ini semakin menarik, sampe berubah jadi saling rangkul. Karena suasana jadi gaduh, Raja Puri Oka yang lagi sakit keras pun marah-marah, sebab terganggu sama suara berisik tersebut.
Namun, begitu Sang Raja keluar dan lihat permainan Omed-omedan ini, beliau malah sembuh dari penyakitnya. Sejak saat itu, Sang Raja pun memerintah warga biar Omed-omedan diselenggarakan setiap tahun, setiap menyalakan api pertama atau Ngembak Gni selepas hari raya Nyepi.
Tradisi Omed-omedan sempet berhenti diadain sama masyarakat Desa Sesetan. Namun, beberapa saat setelah dihentikan ada sebuah kejadian aneh, yaitu muncul dua ekor babi hutan yang saling bertarung di depan pelataran Pura.
Masyarakat desa menganggap hal tersebut sebagai pertanda buruk. Liat tanda ini, sesepuh desa segera manggil kembali para muda-mudi untuk berkumpul dan menyelenggarakan Omed-omedan seperti biasa. Sehabis dari kejadian itu, tradisi ini terus diadakan secara rutin agar desa terhindar dari malapetaka.
Para anak muda berusia 17–30 tahun di desa ini yang belum menikah bakal turut berpartisipasi dalam tradisi Omed-omedan.
“Omed-omedan, saling kedengin, saling gelutin. Diman-diman … Omed-omedan, besik ngelutin, ne len ngedengin. Diman-diman ….”.
Begitulah penggalan lirik lagu yg dinyanyiin para pemuda dan pemudi Desa Sesetan. Gelut berarti saling berpelukan, diman diartikan sebagai mengungkapkan rasa kasih sayang dengan ciuman, siam yg berarti siram, dan kedengin yang berarti tarik-menarik.
Inti dari tradisi Omed-omedan ini adalah peluk, cium, siram, lalu tarik! Gitu terus, berulang sampai semua pemuda dan pemudi Desa Sesetan dapet giliran. Tradisi ini bertujuan untuk memperkuat rasa asah, asih, dan asuh antar warga, khususnya warga Banjar Kaja, Desa Sesetan Denpasar.
Dalam tradisi ini, para muda-mudi setempat dibagi jadi dua kelompok, yaitu kelompok laki-laki (teruna) dan kelompok perempuan (teruni). Sebelum ritual dimulai, seluruh peserta sembahyang bersama di Pura Banjar utk mohon kebersihan hati dan kelancaran dalam pelaksanaan Omed-omedan.
Sehabis sembahyang, dilanjutin dengan pertunjukan tari barong bangkung (barong babi) yang dimaksudkan untuk mengingat kembali peristiwa beradunya sepasang babi hutan di desa ini.
Kedua kelompok ini berbaris hadap-hadapan dengan dipandu sama para polisi adat (pecalang). Terus, secara bergantian dipilih seorang dari masing-masing kelompok untuk diangkat dan diarak pada posisi paling depan barisan.
Saat keduanya saling berpelukan, masing-masing kelompok bakal narik kedua rekannya sampe terlepas satu sama lain. Kalo kedua muda-mudi ini nggak juga bisa dilepasin, panitia bakal nyiram mereka dengan air sampe basah kuyup.
Ketika pasangan muda-mudi saling bertemu dan berpelukan erat, ada kalanya mereka bakal saling beradu pipi, kening, dan bahkan bibir. Masyarakat awam dari luar banyak yang menyalahartikan hal ini sebagai saling berciuman.
Tradisi Omed-omedan pun secara salah kaprah dapet sebutan ritual ciuman massal dari Desa Sesetan. Omed-omedan bukanlah ajang untuk mengumbar nafsu birahi. Ini adalah acara adat, di mana kita bisa belajar soal rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang erat.
Dahulu, masyarakat Sesetan cuma mandang tradisi Omed-omedan sebagai bagian dari wujud masima krama atau dharma shanti (menjalin silaturahmi) antar sesama warga. Seiring perjalanan waktu, tradisi ini ternyata jadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Menyadari hal ini, masyarakat setempat kemudian mengemas tradisi Omed-omedan sebagai sebuah festival warisan budaya tahunan dengan tajuk Omed-omedan Cultural Heritage Festival yang juga dimeriahkan dengan bazar dan panggung pertunjukan.
Dari tahun ke tahun, pengunjung festival ini terus meningkat, terlebih lagi dari kalangan penggemar fotografi yang saling berkompetisi untuk mengabadikan momentum langka tersebut sebagai objek eksplorasi mereka.