Menilai Kompetensi Wartawan Adalah Diri Mereka Sendiri

Ridwan, SE. Ak.

NyaringIndonesia.com – Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, kita dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi tentang hampir segala hal. Melalui mesin pencari di perangkat yang kita miliki, informasi semakin mudah diperoleh, termasuk informasi yang sifatnya pribadi.

Di era demokrasi yang semakin modern, banyak tantangan muncul akibat derasnya arus informasi yang bisa saja mempengaruhi stabilitas kehidupan sosial. Sebab, informasi yang kita terima tidak selalu akurat dan benar 100%.

Kebebasan Pers dan Berita Hoaks

Kebebasan untuk menyiarkan suatu peristiwa melalui dunia maya semakin sulit dibedakan antara yang akurat dan yang tidak. Berita bohong (hoaks) sering kali menjadi sensasi negatif yang dapat memuaskan penyebarnya, tanpa memedulikan motif yang ingin dicapai. Hal ini jelas dapat mengganggu masyarakat dan menyesatkan publik.

Masyarakat harus memiliki kecerdasan dalam menyaring informasi yang diterima. Perlindungan terhadap konten yang dapat merusak, baik secara emosional, sosial, atau politik, menjadi hal yang sangat penting. Terlebih lagi, negara kita yang mayoritas penduduknya masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah sering kali abai terhadap hal ini. Ketidakmampuan masyarakat dalam mengolah informasi, bahkan kecenderungan untuk malas mencari kebenaran, menjadi peluang bagi pihak-pihak yang memanipulasi informasi demi keuntungan, baik secara finansial maupun pengaruh.

Peran Pemerintah dalam Mengendalikan Informasi

Dengan semakin banyaknya berita negatif yang beredar di masyarakat, baik yang berdasarkan fakta maupun informasi yang tidak benar, tentu akan mengganggu jalannya kehidupan bernegara. Pemerintah dituntut untuk bekerja lebih cerdas agar tidak tertinggal dalam perkembangan informasi. Pemerintah harus siap dengan regulasi yang tepat untuk menyampaikan berita atau informasi, agar keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat tidak terganggu dan terpecah belah.

Peran Pers dalam Pemerintahan yang Transparan

Dalam kehidupan bernegara di Indonesia, masyarakat dijamin haknya untuk mendapatkan informasi melalui Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang bertujuan agar praktek tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dapat tercapai. Oleh karena itu, pemerintah wajib menyediakan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat terkait tata kelola pemerintahan. Pemangku jabatan seharusnya selalu memperbarui informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh aparat negara dalam melayani mereka.

Penyampaian informasi publik kini dapat dengan mudah disiapkan, baik melalui situs web internal maupun melalui media massa. Hubungan antara pemerintah dan perusahaan media harus independen untuk menjamin terciptanya mekanisme check and balance yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Independensi Pers sebagai Alat Pengawasan

Dunia pers yang berkembang pesat saat ini seharusnya dijadikan alat bantu pemerintah dalam fungsinya sebagai pengawas independen. Pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi atau upaya pelemahan terhadap pers, kecuali ada sesuatu yang ingin ditutupi.

Sayangnya, dinamika kehidupan pers yang terjadi belakangan ini, khususnya di Kabupaten Bogor, sungguh menyedihkan dan merugikan masyarakat. Ungkapan seperti “wartawan bodrex,” “wartawan abal-abal,” atau “wartawan resmi” sejatinya merupakan upaya untuk melemahkan peran pers dalam menjalankan fungsi pengawasan.

Masyarakat yang Mengabaikan Peran Pers yang Kritis

Masyarakat pun sering kali ikut-ikutan menilai bahwa wartawan yang kritis dan independen adalah ancaman, sementara mereka lupa bahwa wartawan yang hanya menyiarkan berita manis dan tanpa kritik bukanlah yang dibutuhkan oleh negara. Wartawan yang kritis adalah mereka yang sesungguhnya diperlukan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan. Masyarakat harus menyadari bahwa insan pers yang independen adalah mitra yang diperlukan ketika tidak ada tempat lain untuk mengadu. Bahkan ketika anggota dewan tidak mendengarkan keluhan, hanya wartawan lah yang menjadi saluran komunikasi bagi masyarakat.

Uji Kompetensi Wartawan: Pembatasan yang Tidak Logis

Seiring dengan tidak efektifnya jargon “wartawan abal-abal” yang digunakan untuk membungkam pers, kini muncul persyaratan baru untuk menjadi wartawan, yaitu uji kompetensi wartawan (UKW). Menurut penulis, sertifikat UKW ini tidaklah logis dan terkesan mengada-ada. Langkah ini tampaknya diambil untuk membatasi peran kontrol sosial yang semakin berkembang, agar pengawasan terhadap jalannya pemerintahan tidak semakin meluas.

Secara sederhana, pekerjaan jurnalis dan wartawan sebenarnya sangatlah sederhana. Jika kita ibaratkan dengan pekerjaan akuntan publik atau auditor, pekerjaan jurnalis hanya sampai pada tahap awal audit, yaitu melakukan konfirmasi dan verifikasi informasi.

Kompetensi seorang wartawan tidak dapat diukur hanya melalui satu kali ujian. Kompetensi tersebut akan terus berkembang seiring dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, yang paling berhak menilai kompetensi wartawan adalah diri mereka sendiri, melalui kinerja dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

Pantas atau tidaknya seorang wartawan berperan di ruang publik tidak perlu diragukan, selama yang dilakukan adalah untuk kepentingan masyarakat dan untuk kebaikan bersama.

Penulis: Ridwan, SE. Ak.

Pengalaman : Auditor, Dosen, Senior Trainer, Retail Manager, Country Manager Pierre Cardin

 

=========================

Disclaimer

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama