Jakarta, NyaringIndonesia.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan harga keekonomian sejumlah komoditas energi dan non-energi sebelum pemerintah memberikan subsidi agar tetap terjangkau masyarakat.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayarkan masyarakat melalui skema subsidi energi maupun non-energi,” kata Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurut Purbaya, harga keekonomian solar sebetulnya mencapai Rp11.950 per liter. Setelah pemerintah menanggung 43% atau Rp5.150 per liter, harga yang dibayar masyarakat hanya Rp6.800 per liter.
Sementara itu, harga asli Pertalite tercatat Rp11.700 per liter. Pemerintah menutup Rp1.700 per liter atau 15% dari harga keekonomian, sehingga harga jual ke masyarakat ditetapkan Rp10.000 per liter.
Untuk minyak tanah, harga keekonomian sebesar Rp11.150 per liter. Pemerintah memberikan subsidi Rp8.650 atau 78%, sehingga masyarakat cukup membayar Rp2.500 per liter.
Gas LPG 3 kilogram juga mendapat subsidi besar. Dari harga keekonomian Rp42.750 per tabung, pemerintah menanggung sekitar Rp30.000 atau 70%. Akibatnya, masyarakat hanya membayar Rp12.750 per tabung.
Di sektor listrik, rumah tangga 900 VA subsidi memperoleh bantuan Rp1.200 per kWh atau 67% dari harga keekonomian Rp1.800 per kWh. Dengan begitu, pelanggan cukup membayar Rp600 per kWh.
Untuk listrik 900 VA non-subsidi, pemerintah tetap menanggung Rp400 per kWh atau 22%, sehingga tarif yang dibayar masyarakat Rp1.400 per kWh.
Tak hanya energi, pemerintah juga mengalokasikan subsidi besar di sektor pertanian. Harga pupuk urea sebenarnya Rp5.558 per kilogram, namun masyarakat cukup membayar Rp2.250 setelah pemerintah menutup Rp3.308 per kilogram atau 59%.
Sementara pupuk NPK dari harga asli Rp10.791 per kilogram, pemerintah menanggung Rp8.491 atau 78%, sehingga harga jual ke petani hanya Rp2.300 per kilogram.
“Ini bentuk keberpihakan fiskal yang terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Namun, data Susenas menunjukkan masyarakat mampu di desil 8–10 masih menikmati porsi signifikan dari subsidi energi,” ujar Purbaya.