Muhamad Ijudin Rahmat Manyayangkan Adanya Penangkapan 4 Orang di Pangandaran

Muhamad Ijudin Rahmat sayangkan adaya penangkapan 4 orang terkait ilegal logging

JAWA BARAT, NyaringIndonesia.com – 4 orang diamankan Polres Pangandaran terkait tuduhan ilegal loging, kuasa hukum Muhamad Ijudin Rahmat SH meminta aparat tindak dengan tidak melanggar hukum.

Muhamad ijudin rahmat SH kuasa hukum ahli waris paber menyayangkan adanya penangkapan Kepada 4 orang warga Pangandaran atas tuduhan ilegal loging.

Menurutnya diduga ada kesalahan pihak kepolisian dalam menangani kasus ini, bahwa lahan seluas 83 hektare hak ahli waris paber berdasarkan penetapan pengadilan no 07/PN Cianjur tahun 2002.

Sementara luas lahan yang di claim perhutani berdasarkan surat ukur atau petak blok seluas 84 hektare.

“Bagaimana mungkin lokasi penebangan berada di luar tanah hak paber, sementara lokasi penebangan ada di tengah-tengah,” kata Ijudin. Jumat, 22 Maret 2024.

“Seharusnya pihak penyidik sebelum mengamankan dan menahan dengan tuduhan ilegal loging memastikan dahulu batas hak tanah ke BPN bukan sebatas keterangan sepihak dari perhutani,” sambungnya.

Ia menjelaskan keterangan sepihak dari perhutani mengclaim bahwa kawasan perhutani jika telah keluar tata batas dari BPK baru bisa di simpulkan terkait batas tanah hak paber.

“Lagi bukti-bukti yang di perlihatkan perhutani kan sudah di uji oleh hakim pengadilan Ciamis, yang mana hakim tunggal PN ciamis menolak semua esepsi termohon (LHK dan perhutani),” ujarnya.

Ijudin pun menambahkan kejadian ini bermula pada 9 maret 2024, dimana pembeli kayu menebang di tanah paber yang masuk wilayah administrasi Desa Sidamulih.

Ketika penebangan terjadi dan ada laporan, saat itu juga ia menghentikan proses penebangan proses penghentian penebangan.

“Itu bukan karena di luar lokasi paber, tapi karena tanah paber yang berlokasi di Sidamulih belum terjalin kesepakatan dengan masyarakat penggarap,” tuturnya.

“Tokoh adat dan tokoh masyarakat disana, terkait apakah setelah penebangan akan di tanami apa dan kesepakatan lain dengan masyarakat penggarap disana terkait rencana pengelolaan lahan seperti yang telah di lakukan di desa cikalong,” jelasnya.

“Jadi salah kalau pihak penyidik menyimpulkan tanah itu di luar lokasi tanah hak paber, karena yang bisa menentukan tata batas hanya BPN bukan kepolisian,” sambungnya.

Lebih lanjut, setelah ia mengecek kelokasi tebangan, akhirnya bertemu dengan tokoh masyarakat tokoh adat, rt rw, perangkat desa sidamulih terkait sudah ditebangnya 10  pohon tersebut.

Pada akhirnya hasil rapat tersebut menyimpulkan, pihak penebang memberikan  kompensasi kepada masyarakat adat untuk biaya penanaman kembali.

“Dan itu sudah clear tidak ada masalah, yang di komplain oleh semua tokoh masyarakat desa sidamulih kalau merujuk pada putusan MK no 34/PUU/IX/2011 yang pada pokoknya memutuskan pasal 1 angka 6 UU Kehutanan bertentangan dengan UUD 1945,” jelas Ijudin.

“Sehingga pasal tersebut yang dimaksud menjadi hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat adat, jadi tidak ada lagi istilah hutan negara, sehingga bentuk penyelesaian penebangan 10 pohon telah selesai dengan musyawarah dengan semua tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat,” tutur Ijudin.

Sementara, Assoc. Prof. Dr. Musa Darwin Pane, S.H.,M.H. yang juga kuasa Hukum Ahli Waris Faber, Pekerja dan Warga Penggarap di Tanah Hak Ahli Waris Faber meminta agar aparatur penegak hukum baik itu kepolisian ataupun Gakum KLH, sepatutnya menegakkan hukum dengan taat asas, taat etika dan taat hukum.

“Sebaiknya dalam menindak dugaan tindak pidana harus juga taat pada hukum formil, materiil dan juga putusan atau penetapan Pengadilan yang harus dihormati,” kata Musa.

“Juga aparatur penegak hukum sepatutnya menghargai hak milik seseorang atas tanah termasuk apa yang ada di atas tanah tersebut sebagai bagian dari perlindungan hak asasi yang harus dihormati pula,” ujarnya.

“Kalau ternyata ada kesalahan tangkap atau upaya lain yang keliru, segeralah pulihkan nama baiknya dalam keadaan semula, kembalikan mereka kepada keluarganya masing-masing,” tegasnya.

Ia menambahkan sepengetahuan di tanah milik ahli waris faber dilakukan penanaman pohon dalam rangka menjaga lingkungan wilayah Pangandaran tetap baik.

Menurutnya, jika ada pelanggaran hukum silahkan ditindak dengan tidak melanggar hukum.

Ucok Rolando Parulian Tamba,S.H.,M.H. yang juga merupakan kuasa hukum Ahli Waris Faber berpendapat, secara normatif hutan itu statusnya ada dua, yang pertama hutan negara dan yang kedua status hutan hak.

Bilamana fakta hukumnya itu adalah hutan hak, maka dugaan kegiatan dalam hutan hak tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang memiliki sifat melawan hukum (strafbaar feit).

“Negara harus hati-hati dalam melakukan penegakan hukum, kewajiban negara itu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan bukan sebaliknya,” pungkas Direktur LBHA Trisakti Indonesia ini.

Berita Utama