BATAM, Nyaringindonesia.com – Dalam rangka penyelidikan terkait kasus dugaan penipuan yang melibatkan oknum pengusaha, polisi melakukan penggeledahan di Kantor PT Jaya Putra Kundur (JPK) di Kelurahan Kampung Seraya, Kecamatan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Selama penggeledahan, polisi berhasil menemukan 50 butir peluru tajam kaliber 9 milimeter aktif dan 25 butir peluru karet.
Kepala Satuan Reserse Kriminal, Kompol Bernufus Budi Hartono, mengungkapkan bahwa keberadaan peluru tersebut tidak didukung oleh surat izin yang sah. Ini memunculkan kecurigaan bahwa amunisi tersebut disimpan dan disembunyikan oleh pelaku.
Kedua pelaku yang terlibat dalam kasus penipuan ini akan dijerat dengan Undang-Undang Darurat yang memiliki sanksi hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Puluhan butir peluru yang ditemukan selama penggeledahan telah diamankan dan akan dijadikan barang bukti dalam kasus tersebut.
“Untuk keberadaan peluru tersebut, kami sama sekali tidak menemukan surat izinnya, kuat dugaan amunisi ini sengaja disembunyikan pelaku, keduanya kami jerat dengan Undang-Undang Darurat yang sanksi hukumannya 20 tahun penjara,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kompol Bernufus Budi Hartono saat dihubungi, Rabu (18/10/2023).
Kasus penipuan ini melibatkan Johanis dan Teddy Johanis terkait pengembangan 10 unit rumah toko. Kedua pelaku saat ini berstatus sebagai buronan, dan polisi sudah memasukkan mereka dalam daftar pencarian orang.
Selama penggeledahan, polisi juga menyita sejumlah barang bukti yang terkait dengan dugaan penggelapan yang dilakukan oleh pelaku.
Polisi telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi dan akan mengeluarkan red notice Interpol jika kedua pelaku yang diduga berada di Singapura tidak menyerahkan diri. Dengan adanya red notice, kedua pelaku dapat dijemput paksa melalui perwakilan Indonesia di Singapura.
“Kami sudah berkoordinasi dengan imigrasi, tadi malam Polresta Barelang telah menerbitkan DPO dan akan diserahkan ke imigrasi dan koordinasi dengan Divhubinter untuk mempercepat pengeluaran red notice,” sebut Budi.
Kasus ini berawal dari laporan rekan bisnis pelaku terkait dugaan penggelapan. Korban mengklaim telah membayarkan sejumlah uang besar untuk pembelian 10 unit ruko di Batam, namun hingga saat ini sertifikat yang dijanjikan oleh pelaku belum diserahkan kepada korban.
Kasus ini mencerminkan pentingnya penegakan hukum dalam bisnis dan kontraktor di Indonesia.