Jakarta, NyaringIndonesia.com – Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, meragukan bahwa implementasi sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax, akan mampu meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp1.500 triliun.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Fajry mengungkapkan kekhawatirannya karena saat pertama kali diluncurkan pada 1 Januari 2025, Coretax menghadapi sejumlah masalah akses. Menurutnya, jika pemerintah benar-benar mengharapkan penerimaan pajak sebesar itu, seharusnya tidak diperlukan kebijakan lain seperti tax amnesty atau kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
“Jika pemerintah berharap pajak bisa mencapai Rp1.500 triliun, itu sangat tidak realistis,” ujar Fajry, di Jakarta, dalam wawancara yang diterbitkan pada Senin (13/1/2025).
Meskipun Coretax bisa mempermudah pencapaian target pajak, Fajry menekankan bahwa konsistensi dalam penerapan sistem tersebut sangat penting. Dia juga menyayangkan beberapa kendala teknis yang terjadi di awal implementasi. “Harusnya tidak ada kebijakan baru. Semua orang berharap Coretax menjadi solusi tunggal, tetapi itu tidak akan cukup,” tambahnya.
Fajry juga menyoroti potensi dampak negatif kebijakan yang berfokus pada pengemplang pajak tanpa dasar hukum yang jelas. Menurutnya, jika pengemplang pajak dilarang mengakses layanan publik seperti paspor atau SIM, maka harus ada aturan yang adil, terutama bagi mereka yang masih dalam proses sengketa pajak. “Jika pengemplang pajak yang belum inkrah diperlakukan seperti ini, jelas itu tidak adil,” ungkapnya.
Sebagai solusi, Fajry mengusulkan agar pemerintah lebih fokus pada penguatan sistem penagihan pajak, terutama untuk mereka yang sudah terbukti melanggar hukum.
Namun, pandangan ini berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut meyakini bahwa Coretax justru akan menjadi alat yang efektif dalam memaksimalkan potensi penerimaan pajak.
“Coretax akan meningkatkan pengelolaan data wajib pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, serta membantu memperbaiki tingkat kepatuhan wajib pajak,” jelas Luhut pada Kamis (9/1/2025).
Luhut juga menambahkan bahwa Coretax didukung oleh rekomendasi Bank Dunia, yang menilai bahwa sistem ini akan memudahkan pemerintah dalam mendeteksi pengemplang pajak. Dengan data ekonomi yang terdigitalisasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan lebih mudah mengidentifikasi profil wajib pajak.