JAKARTA, Nyaringindonesia.com – Perubahan iklim semakin memperparah dampak fenomena El Nino, dengan musim kemarau yang panjang dan musim hujan yang pendek.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Para pakar meteorologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau saat ini diperkirakan berlangsung antara September hingga Januari 2024.
Pakar meteorologi BRIN, Edvin Aldrian, menjelaskan bahwa hawa panas masih sangat terasa, dan Indonesia masih berada di tengah musim kemarau yang memanjang.
“Suhu sebenarnya lebih tinggi dari yang dirasakan. Jika kita merasa suhu 36°C, tetapi karena dampak El Nino, suhu sesungguhnya adalah 38-39°C,” ucap Edvin.
Fenomena El Nino terlihat dari kenaikan suhu air laut Samudra Pasifik yang berada di atas normal, menyebabkan curah hujan berkurang dan musim kemarau memanjang.
Musim hujan diperkirakan baru akan terjadi sekitar Januari sampai Februari 2024, sebelum memasuki musim panas kembali.
Edvin Aldrian menyampaikan kekhawatiran terkait musim hujan yang pendek, karena curah hujan yang tumpah bisa lebih intens, meningkatkan risiko banjir dan longsor.
“Dunia sedang panas-panasnya, yang basah semakin basah. Tapi yang dikhawatirkan di Indonesia itu adalah yang basah semakin basah,” tegas Edvin.
Dia menjelaskan bahwa perubahan iklim menyebabkan peningkatan curah hujan ekstrem di sebagian besar dunia. Hujan lokal dengan intensitas tinggi memiliki lebih banyak uap air saat udara lebih panas, sehingga badai besar menghasilkan lebih banyak hujan, menyebabkan banjir dan tanah longsor.
Sementara dunia menghadapi pemanasan global, Climate Central melaporkan bahwa suhu rata-rata global selama 12 bulan terakhir mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan manusia.
Peningkatan suhu tersebut diukur dari November 2022 hingga Oktober 2023, mencapai 1,32°C di atas ambang batas pra-industri.
Perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia juga terasa oleh negara-negara di luar kelompok G20. Dalam 12 bulan terakhir, 90 persen dari populasi dunia mengalami peningkatan suhu yang dipengaruhi oleh perubahan iklim selama 10 hari, seperti yang ditunjukkan oleh Climate Shift Index (CSI).
Negara-negara dengan skor CSI tertinggi dalam 12 bulan terakhir adalah Jamaika, Guatemala, dan Rwanda. Di antara negara-negara kelompok G20, Indonesia, Arab Saudi, dan Meksiko memiliki skor CSI tertinggi.
Climate Central juga mencatat peningkatan gelombang panas, di mana 26 persen dari populasi global mengalami panas ekstrem selama lima hari atau lebih.
Gelombang panas terpanjang dalam 12 bulan terakhir terjadi di Houston, Texas, selama 22 hari.
Peningkatan suhu dan perubahan iklim memberikan dampak serius pada kondisi cuaca global. Banjir, badai, kebakaran hutan, dan gelombang panas ekstrem semakin sering terjadi, menyebabkan kerugian finansial, kesehatan, dan lingkungan di berbagai belahan dunia.
Meskipun tantangan perubahan iklim semakin kompleks, upaya mitigasi dan adaptasi yang serius diharapkan dapat mengurangi dampak negatifnya dan melindungi keberlanjutan bumi.