Polemik Pilkada oleh DPRD: Adi Prayitno Sebut Elite Dominan dan Politik Uang Tetap Ada

HUT ke-60 Partai Golkar yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, pada Kamis (12/12).

Bogor, NyaringIndonwsia.com – Presiden Prabowo Subianto mengemukakan wacana tentang pemilihan kepala daerah yang dilakukan melalui DPRD, dengan alasan bahwa pemilihan secara langsung memerlukan biaya yang sangat besar.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Namun, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, tidak sepakat dengan usulan Presiden Prabowo mengenai pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Menurutnya, pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak menjamin pengurangan praktik politik uang. Adi berpendapat bahwa pemilihan melalui DPRD justru dapat mengurangi hak politik masyarakat, karena kepentingan elite akan lebih dominan.

“Jelas saya menolak. Ini akan mengebiri hak politik rakyat. Di akhir masa jabatan SBY, ada peraturan yang memungkinkan pilkada dipilih oleh DPRD, dan saya menolak itu. Bahkan saat sejumlah elite di era Jokowi menyarankan pilkada oleh DPRD, saya menentang keras,” ujarnya, seperti dikutip detikNews pada Senin (16/12/2024).

Adi berpendapat bahwa meskipun pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, politik uang tetap akan terjadi, namun dengan pola yang bergeser. “Politik uang tetap akan ada, hanya saja akan lebih terfokus pada elite-elite kunci,” jelasnya.

Pertama, elite partai yang akan mengeluarkan biaya untuk mendapatkan rekomendasi partai. Kedua, calon yang ingin dipilih oleh DPRD juga perlu menyiapkan dana besar untuk membiayai proses tersebut.

Adi juga menyarankan bahwa biaya politik yang tinggi seharusnya dapat dikendalikan melalui regulasi yang dikeluarkan oleh DPR dan pemerintah. Mengubah penyelenggara pemilu menjadi bersifat ad hoc, menurutnya, bisa menjadi solusi untuk menekan biaya politik yang mahal.

“Jika biaya penyelenggaraan pilkada terlalu tinggi, DPR dan pemerintah harus membuat aturan yang dapat menekan biaya tersebut. Mereka memiliki kewenangan untuk itu. Bahkan, penyelenggara pemilu bisa dibuat ad hoc, karena pekerjaan mereka hanya sekali dalam lima tahun. Yang mahal justru fasilitas penyelenggara yang jarang digunakan,” paparnya.

Menurut Adi, wacana ini justru lebih menguntungkan partai pemenang pilpres, dan berpotensi melahirkan banyak calon kepala daerah yang tidak independen (calon boneka). “Pilkada melalui DPRD akan menguntungkan partai yang menang pilpres, apapun pemenang pilpresnya. Dengan alasan soliditas koalisi nasional, partai koalisi bisa mengatur calon-calon yang diajukan,” ujarnya.

“Dalam sistem ini, seolah-olah ada kompetisi, padahal pemenangnya sudah diatur. Elite tidak lagi takut pada rakyat, karena untuk menjadi kepala daerah, mereka hanya perlu meyakinkan elite partai yang mengendalikan suara DPRD,” tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto membahas wacana reformasi sistem Pilkada, dengan merujuk pada negara-negara seperti Malaysia dan India yang memilih gubernur melalui DPRD.

Prabowo mengungkapkan hal ini dalam sambutannya pada acara HUT ke-60 Partai Golkar yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, pada Kamis (12/12).

Dalam sambutannya, Prabowo mengaku tertarik dengan gagasan Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, yang menyarankan adanya perbaikan sistem demokrasi di Indonesia.

Berita Utama