Cimahi, NyaringIndonesia.com – Nilai tukar rupiah kembali terpuruk akibat kombinasi gejolak ekonomi global dan lemahnya dukungan fundamental domestik. Tidak hanya kalah dari dolar Amerika Serikat (AS), rupiah kini juga mencetak rekor terendah terhadap mata uang lain seperti euro dan poundsterling.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Mengacu data Bloomberg, euro kini diperdagangkan di level Rp18.432, nilai tukar terburuk rupiah terhadap euro dalam hampir 40 tahun. Penurunan ini terjadi sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif dagang baru yang memicu kepanikan di pasar global.
Meski sempat menguat ke Rp18.315/€ pada penutupan Jumat, nilai tukar tersebut tetap lebih lemah dibanding masa krisis finansial 2008 maupun saat pandemi 2020. Sepanjang tahun berjalan, rupiah telah anjlok 9% terhadap euro.
Nasib serupa terjadi terhadap poundsterling. Rupiah terjerembab hingga Rp21.948/£, nilai terlemah sepanjang sejarah. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6,9% terhadap mata uang Inggris tersebut—menjadikannya mata uang paling mahal terhadap rupiah di antara mata uang utama lainnya.
Di pasar NDF (non-deliverable forward), kurs rupiah terhadap dolar AS juga menyentuh Rp17.023/US$, level terendah sejak April 2020, masa awal pandemi global.
Efek Domino: Beban Utang Luar Negeri Meningkat
Pelemahan nilai tukar membawa dampak serius bagi posisi utang luar negeri Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) hingga akhir Januari 2025, total utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat US$ 427,5 miliar, atau sekitar Rp7.082 triliun jika dikonversi menggunakan kurs JISDOR saat itu (Rp16.566/US$).
ULN tersebut naik 5,1% dibanding Januari 2024. Sebagian besar dipengaruhi oleh pelemahan rupiah terhadap dolar AS dan euro—masing-masing sebesar 1,21% dan 0,73% selama Januari.
Komposisi ULN per mata uang:
- Dolar AS: US$ 270,59 miliar (63,3%)
- Euro: US$ 30,66 miliar (7,17%)
- Yen Jepang: US$ 20,06 miliar (4,7%)
- Yuan Tiongkok: US$ 10,39 miliar (2,43%)
Bank Indonesia menegaskan komitmennya menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan global yang kian kuat. BI akan terus menjalankan strategi “triple intervention” dengan menstabilkan tiga pasar sekaligus:
- Pasar valas spot
- Pasar NDF domestik
- Pasar surat utang negara
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, BI akan memastikan likuiditas valas tetap tersedia bagi perbankan dan pelaku usaha, serta menjaga kepercayaan pasar.
Hingga akhir Februari, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 154,5 miliar, turun US$ 1,6 miliar dari bulan sebelumnya. Penurunan ini terutama karena intervensi BI di tengah melemahnya rupiah yang terdepresiasi 1,7% selama Februari—terburuk di Asia
Pasar keuangan domestik akan kembali dibuka pada 8 April, setelah libur panjang Idulfitri. Namun, tekanan kemungkinan belum reda. Selama sepekan terakhir, indeks MSCI Asia Pasifik anjlok 4,5%, penurunan mingguan tertajam dalam setahun. Indeks mata uang Asia juga menyentuh level terendah dalam satu bulan terakhir, memberi sinyal bahwa tekanan eksternal belum akan mereda saat pasar Indonesia kembali aktif.