CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Perkembangan Industri Kecil Menengah (IKM) di lantai dua Pasar Cimindi, Kota Cimahi, dalam enam bulan terakhir terkesan jalan ditempat. Hal ini terlihat dari 19 kios yang tersedia, namun hanya 15 kios yang ditempati lantaran tak sesuai dengan ekspektasi awal.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Salah satu faktor utama yang menyebabkan stagnasi tersebut adalah kurangnya publikasi dan promosi kepada masyarakat, sehingga minat pengunjung untuk membeli produk-produk IKM yang tersedia pun rendah.
Koordinator IKM Pasar Cimindi, Asep Rohendi (Jefri), mengungkapkan bahwa selain minimnya inovasi serta promosi, kendala utama lainnya adalah kurangnya ketersediaan komoditas. Banyak barang yang dicari konsumen tidak tersedia, sehingga menimbulkan kekecewaan.
“Ketika kita promosi dan berhasil mendatangkan konsumen, ternyata barang yang mereka cari tidak ada. Akhirnya mereka kecewa karena tidak sesuai harapan, dan itu menjadi masalah utama,” ujar Asep Rohendi (Jefri), saat ditemui di lantai dua, pasar Cimindi pada Kamis (24/04/25).
Kondisi tersebut berdampak langsung pada omzet yang didapatkan para pelaku IKM. Selama enam bulan berjalan, pendapatan cenderung berkurang.
“Omzet naik saat bulan puasa, tapi kalau dilihat secara keseluruhan, tidak sesuai target. Sebenarnya bukan semata-mata omzet yang kami kejar, tapi lebih ke memperkenalkan bahwa di lantai dua ini ada IKM, khususnya produk sandang asli Cimahi,” jelas Asep.
Ia menambahkan, pihaknya belum berani melakukan promosi secara masif. Alasannya, jika antusiasme masyarakat meningkat sementara ketersediaan produk belum siap, justru akan menjadi preseden buruk.
“Pernah saat promosi di media sosial, respon masyarakat tinggi, tapi banyak yang kecewa karena produk yang dicari tidak lengkap,” ungkapnya.
Beberapa produk yang sering dicari namun belum tersedia secara konsisten di antaranya sepatu, sandal, jeans, topi, dan kerudung. Padahal, jenis-jenis produk tersebut cukup diminati.
“Kami tidak bisa sembarangan mendatangkan pedagang. Harus benar-benar pelaku IKM sesuai dengan arahan Dinas Perindustrian Kota Cimahi,” kata Asep.
Di sisi lain, IKM yang sudah terkenal dan memiliki merek sendiri cenderung enggan membuka stan di lantai dua Pasar Cimindi. Mereka sudah memiliki pangsa pasar melalui kanal online, sehingga tidak melihat potensi besar di lokasi ini.
“Bagi mereka, berjualan di sini tidak menguntungkan karena mereka sudah punya pasar sendiri,” jelasnya.
Asep juga menyoroti kurangnya peran aktif dinas terkait. Menurutnya, dinas seharusnya dapat lebih proaktif dalam memenuhi ketersediaan produk IKM yang belum ada.
“Kalau tidak ada IKM yang sudah jadi, kenapa tidak coba menciptakan embrio-embrio IKM baru?” katanya.
Ia mendorong dinas untuk mencari dan membina bibit IKM agar dapat mengisi lantai dua pasar. Fasilitas di lokasi ini sebenarnya cukup mendukung, bahkan enam bulan pertama dibebaskan dari retribusi.
Namun hingga kini, dukungan dari dinas dianggap masih belum maksimal. Banyak pedagang mengeluhkan produk-produk yang belum tersedia, padahal itu kunci untuk menarik minat pengunjung.
“Kalau semua produk lengkap, image yang terbentuk akan positif. Saya sendiri sempat berinisiatif mengundang non-IKM, asalkan bisa melengkapi produk. Tapi ternyata dilarang oleh dinas karena harus sesuai regulasi,” kata Asep.
Ia berharap regulasi tersebut bisa lebih fleksibel demi kemajuan IKM.
“Yang penting lantai dua ini ramai dan dikenal dulu. Kalau belum IKM, bisa dibina. Produksi sendiri pun sudah cukup,” tambahnya.
Sementara itu, IKM yang memilih keluar dari Pasar Cimindi umumnya merasa kecewa karena realitas penjualan tidak sesuai harapan. Tanpa penjualan, mereka tetap harus menanggung biaya produksi.
“Saya berharap ada dorongan lebih dari pemerintah. Sederhana saja, cukup lengkapi semua produk yang dibutuhkan masyarakat,” tutup Asep.
Dalam pernyatan terakhirnya, ia menegaskan bahwa promosi dan realita produk harus sejalan, agar masyarakat tidak kecewa dan IKM bisa berkembang sesuai tujuan awal. (Bzo)