NyaringIndonesia.com – Perusahaan tekstil besar, Sritex, resmi dinyatakan pailit setelah berjuang keras menghadapi kerugian sejak pandemi, terjerat utang hingga Rp 24 triliun.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Perusahaan ini mengalami defisit cash flow sebesar Rp 15 triliun dengan total kerugian mencapai Rp 6 triliun pada 2022 dan Rp 2,8 triliun pada 2023.
Bangkrutnya Sritex berdampak besar pada lebih dari 11.000 karyawannya dan keluarga mereka, sekitar 44.000 orang, yang kehilangan mata pencaharian.
Sritex memulai ekspansi besar-besaran pada 2018–2019, dengan keyakinan kuat akan potensi pasar global. Sayangnya, pandemi COVID-19 pada 2020 dan perang Rusia-Ukraina mengguncang pasar tekstil internasional, membuat ekspor Sritex merosot tajam dan mengganggu rantai pasokannya.
Perusahaan yang sebelumnya meraup laba stabil hingga Rp 1,3 triliun pada 2020, mulai terpukul keras dengan kerugian berturut-turut. Meski sudah berusaha bertahan selama tiga tahun, Sritex akhirnya tak mampu membayar bunga utangnya dan harus menyatakan diri bangkrut.
Dalam kondisi ini, Sritex menyerahkan seluruh asetnya di bawah pengawasan kurator, yang bertugas mengatur distribusi aset agar hutang-hutang perusahaan dapat terlunasi.
Manajemen Sritex kini harus mendapat izin kurator untuk melakukan pengeluaran besar, sebagai upaya menjaga kestabilan aset bagi para kreditur dan pemasok.
Kebangkrutan Sritex memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya agilitas dalam dunia bisnis. Keterbatasan perusahaan dalam merespons perubahan membuat mereka tidak dapat beradaptasi.
Selama pandemi, perusahaan ini tidak berhasil mengalihkan produksi mereka ke produk yang sedang tinggi permintaan seperti alat pelindung diri (APD) dan masker.
Ketergantungan Sritex pada klien besar seperti militer dan retailer internasional menjadi tantangan ketika permintaan mereka terjun bebas.
Sritex juga kurang fleksibel dalam manajemen rantai pasok, yang mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh bahan baku dan mendistribusikan produk jadi.
Dalam menghadapi krisis, Sritex lambat menyesuaikan strategi bisnisnya, terutama dalam restrukturisasi keuangan dan pengurangan biaya operasional.
Dengan kolapsnya Sritex, pelajaran penting bagi dunia bisnis adalah kemampuan beradaptasi, inovasi, dan agilitas untuk menghadapi krisis.
Disclaimer: Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News