NyaringIndonesia.com – Heboh suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam Pemilu 2024 yang tiba-tiba meningkat di atas 3 persen dalam waktu singkat menjadi sorotan banyak pihak, diantaranya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi .
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!PSI awalnya mencatatkan 2.291.882 suara atau 3 persen pada Jumat (1/3) pukul 06.00 WIB, berdasarkan 65,34 persen data yang masuk ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, suara PSI kemudian naik menjadi 2.395.363 atau 3,12 persen pada Sabtu (2/3) pukul 11.00 WIB, naik sebanyak 103.481 suara hanya dalam 30 jam.
Pada Minggu (3/3) pukul 07.00 WIB, suara PSI terus bertambah menjadi 2.403.013 atau 3,13 persen. Data Sistem Rekapitulasi KPU menunjukkan bahwa 65,79 persen suara telah masuk.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Burhanuddin Muhtadi, menyoroti fenomena ‘ledakan’ suara PSI dalam Pemilu 2024. Menurutnya, berbeda dengan partai-partai lain yang mengalami kenaikan dan penurunan suara secara halus, perolehan suara PSI mengalami lonjakan yang cukup signifikan hanya dalam beberapa hari terakhir.
“PKB mengalami fluktuasi suara yang stabil sejak awal. Begitu juga dengan partai-partai lainnya. Namun, perolehan suara PSI ‘meledak’ hanya dalam beberapa hari terakhir. Biasanya, jika data yang masuk ke Sistem Rekapitulasi (Sirekap) sudah cukup besar dan proporsional, suara partai-partai tidak akan berfluktuasi seaktif ini,” tulis Burhanuddin dalam diskusi di media sosial X.
Di lini masa akun pribadinya di media sosial X, ia juga menekankan pentingnya melakukan pengecekan atas anomali ini dengan membandingkan data formulir C1 di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang menjadi sampel dalam quick count lembaga survei.
Untuk memastikan keadilan dalam penilaian, Burhanuddin menyarankan agar lebih baik menunggu perhitungan manual yang dilakukan oleh KPU secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga pusat.
Sementara itu Romahurmuziy membandingkan lonjakan suara PSI dengan penurunan angka yang dialami oleh PPP. Ia bahkan menyenggol akun KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di akun Instagram pribadinya.
Ia menegaskan bahwa kenaikan suara PSI terasa tidak wajar. Berdasarkan survei yang dilakukan, Romy menyebutkan bahwa lonjakan seperti itu hanya mungkin terjadi bila PSI berhasil mendapatkan 50 persen suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Romy menekankan agar KPU dan Bawaslu menyelidiki ketidakwajaran ini. Bahkan, ia mengancam akan membawa masalah ini ke dalam penggunaan hak angket.
“Jika hal ini tidak diperbaiki, @dpp.ppp akan menuntut agar hal ini diungkap secara jelas dalam hak angket minggu ini! Saya minta perhatian @kpu_ri dan @bawasluri secara terbuka dan respon yang cepat dan tepat!” tegas Romy melalui unggahan akun Instagramnya pada Sabtu ( 2/3/24).
Komisioner KPU, Idham Holik, memberikan tanggapan terhadap kehebohan di balik peningkatan suara PSI tersebut. Ia menjelaskan bahwa Sistem Rekapitulasi tidak digunakan sebagai penentu hasil pemilu.
“Kami belum mengerti apa yang dimaksud dengan peningkatan tersebut. Yang pasti, Undang-Undang Pemilu menegaskan bahwa hasil suara peserta pemilu yang disahkan oleh KPU didasarkan pada rekapitulasi resmi,” kata Idham di Kantor KPU RI, Jakarta,
Idham menegaskan bahwa proses rekapitulasi saat ini masih berlangsung di tingkat kabupaten/kota. Setelah selesai, suara akan direkapitulasi di tingkat provinsi.
Selanjutnya, akan ada rekapitulasi di tingkat nasional yang akan diadakan di Kantor KPU RI. Hasil pemilu akan ditetapkan berdasarkan rekapitulasi nasional tersebut.
“Insya Allah, pada tanggal 20 Maret 2024, proses rekapitulasi ini akan selesai sesuai dengan jadwal. Semoga berjalan dengan lancar,” tambahnya.