JAKARTA, Nyaringindonesia.com – Harga sejumlah komoditas pangan di sejumlah pasar di DKI Jakarta terus merangkak naik, mengundang keprihatinan masyarakat terkait stabilitas ekonomi jelang Pemilihan Umum 2024.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Berdasarkan laporan terbaru dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Direktur Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan bahwa kenaikan harga pangan merupakan ancaman terbesar bagi masyarakat.
Faktor-faktor seperti biaya pengangkutan beras yang naik seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), serta pupuk non-subsidi yang mahal, telah menjadi pemicu utama dari kenaikan harga ini.
Dalam keterangannya kepada Kompas.com pada Senin (23/10/2023), Bhima juga menyoroti faktor cuaca ekstrem yang turut berkontribusi pada meningkatnya harga pangan.
“Biaya pengangkutan beras naik menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pupuk non-subsidi juga mahal, ada faktor cuaca ekstrem,” ucap Bhima kepada Kompas.com, Senin (23/10/2023).
Sejumlah komoditas seperti telur ayam, cabai rawit, dan beras terus mengalami lonjakan harga yang signifikan, memberikan tekanan ekonomi tambahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Ancaman pelemahan kurs rupiah juga telah menyebabkan inflasi barang-barang impor, terutama dalam hal pangan.
“Di sisi lain, pendapatan masyarakat khususnya menengah ke bawah makin tidak mampu mengimbangi kenaikan harga pangan,” ucap Bhima.
Para pedagang di pasar-pasar di berbagai kawasan Jakarta juga mengungkapkan ketidakpastian mereka terhadap kenaikan harga yang berlangsung bertahap. Sebagian dari mereka menyatakan kebingungan mengenai ketidakstabilan harga komoditas pangan, sementara yang lain hanya bisa pasrah dengan kondisi ekonomi yang memburuk.
Menurut Bhima, kekhawatiran semakin meningkat karena belum ada visi dan misi yang jelas dari pasangan calon presiden dan wakil presiden terkait dengan penanganan masalah harga pangan ini.
Dia menyarankan agar pasangan calon menawarkan janji kampanye 100 hari pertama untuk menurunkan harga beras kembali ke level tahun 2022, sambil tetap memastikan petani tetap mendapat keuntungan.
Ahmad Erani Yustika, seorang ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), juga menggarisbawahi bahwa stabilitas politik di tahun menjelang pemilu sangat tergantung pada stabilitas ekonomi.
Dia menekankan perlunya pemerintah menjaga kekokohan ekonomi bukan hanya dalam hal kebutuhan pokok, tetapi juga sebagai faktor krusial dalam menjaga ketenangan politik.
“Kalau perlu janji kampanye 100 hari pertama jika terpilih bisa turunkan harga beras kembali ke 2022, dengan catatan petani tetap untung,” ucap Bhima.
Dengan situasi yang semakin memanas, masyarakat Jakarta dan para pelaku ekonomi terus memantau perkembangan harga pangan yang menjadi sorotan utama dalam kampanye Pemilu 2024.
Diharapkan bahwa langkah konkret dan solutif akan segera diambil untuk mengatasi masalah ini dan memastikan stabilitas ekonomi yang lebih baik bagi seluruh lapisan masyarakat.