Nyaringindonesia.com – Tradisi Beas Perelek adalah salah satu contoh kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sunda dalam menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi. Tradisi ini telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan masih menjadi bagian hidup masyarakat hingga saat ini.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Istilah “Beas Perelek” berasal dari bahasa Sunda, yang terdiri dari dua kata, yakni “beas” yang setara dengan “beras” dalam bahasa Indonesia, dan “perelek” yang menggambarkan suara jatuhnya butiran beras yang mengenai permukaan yang keras. Namun, “Beas Perelek” memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar beras.
Tradisi ini menggabungkan unsur gotong royong, kepedulian sosial, dan filosofi hidup. Ketika warga Sunda melaksanakan “Beas Perelek,” mereka dengan sukarela menyumbangkan sebagian dari persediaan beras mereka. Jumlahnya tidak diukur secara ketat, dan tidak ada tekanan kepada warga yang tidak mampu atau tidak berkeinginan untuk berpartisipasi. Semua ini dilakukan atas dasar kemurahan hati dan kesadaran sosial.
Hasil dari “Beas Perelek” kemudian didistribusikan kembali kepada mereka yang kurang beruntung secara ekonomi dalam masyarakat. Peran penting dalam proses distribusi ini dimainkan oleh para kepala RT atau RW. Sasaran utamanya adalah keluarga yang hidup dalam kondisi prasejahtera, anak-anak yatim, serta warga lanjut usia yang membutuhkan bantuan ekstra.
Tradisi ini tetap relevan di tengah kondisi sosial ekonomi yang ada saat ini. Meskipun pemerintah telah melaksanakan berbagai program bantuan pangan, “Beas Perelek” tetap menjadi langkah antisipatif masyarakat dalam mengatasi masalah pangan. Hal ini mencerminkan kesungguhan masyarakat dalam peduli terhadap sesama untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar setiap warga terpenuhi.
Di era modern ini, “Beas Perelek” merupakan contoh nyata dari kearifan lokal yang masih sangat relevan. Ini adalah langkah antisipatif warga dalam mendukung program pemerintah dalam menangani berbagai tantangan sosial dan ekonomi. Keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai gotong royong, kepedulian sosial, dan kearifan lokal yang telah menjadi karakteristik masyarakat Sunda selama berabad-abad. Tradisi ini tidak hanya menyelesaikan masalah pangan tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari budaya masyarakat ini.
Sebagai sebuah warisan budaya yang sangat berharga, “Beas Perelek” adalah bukti kekayaan budaya masyarakat Sunda dan kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan modern dengan pendekatan yang kreatif. Tradisi ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat menjadi dasar yang kuat dalam menghadapi perubahan dinamika kehidupan dan menjaga nilai-nilai berharga saat menghadapi dunia yang terus berkembang. Oleh Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)