Usai Pensiun, Gaya Diplomasi Jokowi Mulai Dikritisi Mantan Diplomat

Dino Patti Djalal. Dalam wawancara di kanal YouTube Total Politik

Cimahi, NyaringIndonesia.com – Setelah Joko Widodo (Jokowi) resmi mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia, sejumlah pandangan kritis mulai bermunculan terkait gaya kepemimpinannya, terutama dalam bidang politik luar negeri.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Salah satunya datang dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Dino Patti Djalal. Dalam wawancara di kanal YouTube Total Politik pada Rabu (24/9/2025), Dino menyampaikan pandangannya mengenai kebijakan luar negeri Jokowi selama dua periode menjabat.

Menurut Dino, Jokowi cenderung menunjukkan ketidaktertarikan pada forum-forum internasional yang melibatkan para kepala negara. Ia menyebutkan bahwa Jokowi lebih sering mendelegasikan kehadiran dalam berbagai pertemuan penting, seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, APEC, bahkan forum ASEAN, kepada menteri-menterinya atau Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Beliau bukan tipe presiden yang tertarik pada isu-isu politik luar negeri. Bahkan saat baru dilantik pada 2014, keengganan untuk hadir di forum-forum internasional sudah terlihat,” ujar Dino.

Dino menuturkan bahwa alasan di balik sikap tersebut bisa bermacam-macam, termasuk kemungkinan kendala bahasa atau anggapan bahwa pertemuan internasional tidak memberikan dampak langsung bagi masyarakat.

“Bahkan dalam konteks ASEAN, beliau sempat menyebut pertemuan itu hanya sekadar ajang berbicara tanpa hasil nyata,” tambahnya.

Dino juga menyoroti absennya Jokowi dari Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama dua periode menjabat. Menurutnya, kehadiran Jokowi selalu diwakilkan oleh Menteri Luar Negeri atau Wakil Presiden.

“Ada cerita menarik. Suatu ketika Pak Jokowi bertanya kepada Pak JK yang sedang berada di New York tentang jadwalnya. Setelah mendengar bahwa ada lima hingga sepuluh pertemuan dalam sehari, Pak Jokowi mengatakan, ‘Itulah alasan saya tidak mau ke sana.’ Jadi memang terlihat tidak ada minat,” ungkap Dino.

Lebih lanjut, Dino juga menyinggung kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia pada Juni 2022, di tengah konflik bersenjata antara kedua negara. Menurutnya, kunjungan tersebut lebih ditujukan untuk konsumsi politik dalam negeri ketimbang upaya serius menjadi mediator perdamaian.

“Kita semua tentu senang ketika Presiden hadir di tengah konflik besar. Tapi mohon maaf, dari sudut pandang saya, itu lebih ditujukan untuk pencitraan dalam negeri,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, Dino menyebut Presiden SBY sebagai sosok yang mampu menjaga keseimbangan antara urusan dalam negeri dan kebijakan luar negeri.

“Pak SBY mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri, sembari aktif membangun peran Indonesia di kancah internasional. Ini yang perlu dicontoh,” kata Dino.

Ia berharap Presiden Prabowo Subianto yang kini menjabat dapat mengadopsi pendekatan serupa, dengan memperkuat diplomasi luar negeri tanpa mengabaikan urusan domestik.

“Menjadi presiden yang sukses di dalam negeri dan berdampak di luar negeri itu tidak mudah. Tapi itulah tantangan kepemimpinan ke depan,” pungkasnya.

==================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama