CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Rencana alih fungsi lapangan menjadi lapangan mini soccer di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, menuai penolakan masyarakat setempat.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Warga RW 01 hingga RW 29 mengaku khawatir dampak yang bakal timbul atas perubahan lapangan yang selama ini digunakan sebagai tempat bermain dan olahraga bagi anak-anak dan masyarakat.
Ketua Lapangan, Ibeng mengatakan bahwa sebaenarnya warga tidak menolak pembangunan secara keseluruhan, hanya mereka menentang pengalihan fungsi lapangan menjadi lapangan mini soccer.
“Lapangan ini merupakan ruang publik yang sangat penting, terutama bagi anak-anak kami. Jika diubah menjadi lapangan Mini Soccer, biayanya terlalu mahal. Sewa satu jam bisa mencapai Rp 200 ribu. Kami khawatir, anak-anak di Cipageran hanya akan bisa melihat dari luar pagar, sementara yang bisa bermain hanya mereka yang mampu membayar,” ujar Ibeng pada media. Sabtu (14/09/24).
Selain masalah biaya, warga juga mengkhawatirkan potensi masalah keamanan pada malam hari. Mereka merasa bahwa lapangan yang ditata ulang bisa saja disalah gunakan, misalnya menjadi tempat berkumpul oleh orang – orang tak bertanggung jawab atau aktivitas yang tidak pantas.
“Di siang hari mungkin lapangan akan terlihat indah, tapi bagaimana di malam hari? Kami khawatir area ini justru menjadi tempat yang tidak aman,” tambahnya.
Warga berharap pemerintah, khususnya Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora), dapat mendengar dan mempertimbangkan aspirasi mereka.
“Kami hanya ingin lapangan ini diperbaiki dan ditingkatkan, tetapi tetap bisa diakses oleh semua warga, terutama anak-anak. Kami menolak jika lapangan dialihfungsikan menjadi lapangan Mini Soccer,” ungkap Ibeng, mewakili suara warga.
Penolakan ini dianggap sebagai bentuk kepedulian warga terhadap fasilitas publik yang telah menjadi bagian integral dalam kehidupan sosial dan perkembangan anak-anak di Cipageran.
“Kami berharap pemerintah bisa mencari solusi yang lebih adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas,” imbuhnya.
Sementara itu, Achmad Gunawan, SH., MH., tokoh masyarakat dari RW 10 Kelurahan Cipageran, turut menyuarakan penolakan atas rencana pembangunan Lapangan Cibaligo. Warga RW 10 mengekspresikan ketidaksetujuan mereka dengan memasang spanduk bertuliskan pesan penolakan di sekitar lapangan.
Achmad menjelaskan bahwa kekhawatiran warga berpusat pada potensi perubahan ukuran lapangan, yang dikhawatirkan akan mengecil dan mengganggu fungsi lapangan sebagai tempat bermain sepak bola.
“Jika lapangan ini ukurannya dikurangi, tentu masyarakat akan menolak, karena hal itu akan mengurangi fungsi utama lapangan,” tegasnya.
Menurut Achmad, pembangunan seharusnya berpihak pada rakyat.
“Setiap aturan pembangunan, baik melalui perda, perwal, atau keputusan lainnya, harus memihak kepada rakyat. Jika tidak, lebih baik tidak dilakukan,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa lapangan tersebut telah lama digunakan oleh warga untuk berolahraga, dan perubahan yang merugikan akan mengganggu kesejahteraan masyarakat.
“Ini adalah satu-satunya lapangan yang ada, dan warga sudah rela jika lapangan tersebut milik pemerintah, namun tolong perhatikan kebutuhan dan keinginan warga,” jelasnya.
Achmad menegaskan bahwa pembangunan harus didahului dengan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat.
“Sebelum aturan dikeluarkan, harus ada sosialisasi dengan warga terlebih dahulu. Jika aturan diterapkan tanpa melibatkan masyarakat, akan ada konflik yang timbul,” ungkapnya.
Achmad menegaskan bahwa warga akan terus mempertahankan lapangan tersebut untuk keperluan olahraga dan siap untuk turun langsung jika ada kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.
“Jangan coba-coba mengganggu hak masyarakat yang sedang menikmati lapangan. Hentikan pembangunan jika tidak berpihak pada rakyat,” pungkasnya. (Bzo)