CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Keterbatasan akses terhadap fasilitas septic tank membuat sebagian penduduk Kota Cimahi masih membuang limbah rumah tangga secara langsung ke aliran sungai atau membiarkannya meresap ke dalam tanah.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Praktik ini dinilai membahayakan karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, menyebarkan bakteri berbahaya, hingga memicu gangguan kesehatan masyarakat.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Cimahi, Endang, mengungkapkan masih banyak warga yang belum memiliki sistem pengelolaan limbah yang layak, sehingga limbah domestik kerap dialirkan langsung ke sungai atau dibuang ke permukaan tanah tanpa melalui proses pengolahan.
“Situasi ini sangat mengkhawatirkan, terutama terkait penyebaran bakteri E. coli yang bisa berdampak luas. Salah satu isu utama yang kami soroti juga terkait dengan pencegahan stunting,” ujar Endang saat dikonfirmasi. Senin (06/10/25).
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB Kota Cimahi, Fitriani Manan, menambahkan bahwa keluarga dari kelompok ekonomi rendah yang tinggal di lingkungan tanpa sanitasi memadai dan kesulitan mengakses air bersih termasuk dalam kelompok paling rentan.
Fitriani menekankan bahwa walaupun seorang anak belum menunjukkan tanda-tanda stunting, namun risiko tetap ada jika tinggal dalam kondisi seperti itu.
“Misalnya ada balita usia satu tahun, berasal dari keluarga miskin, tidak memiliki septic tank, maka keluarga itu sudah termasuk kategori berisiko tinggi terhadap stunting. Meski saat ini anaknya tampak sehat, ancamannya tetap mengintai,” jelas Fitriani.
Ia juga mencontohkan bahwa lingkungan yang tidak higienis, seperti kawasan yang tidak memiliki sistem pembuangan limbah yang aman, bisa mencemari sumber air.
“Jika air yang sudah terkontaminasi itu digunakan untuk konsumsi, bisa jadi mengandung E. coli dalam kadar tinggi. Anak bisa mengalami diare berulang kali, dan itu sangat memengaruhi tumbuh kembangnya,” tambahnya.
Dari sisi lingkungan, Kepala Bidang Penaatan Hukum Lingkungan DLH Kota Cimahi, Ario Wibisono, menyoroti kondisi kualitas air di kota tersebut yang terus memburuk.
Dalam tiga tahun terakhir, menurut Ario, lima sungai utama di Cimahi, yaitu Cibeureum, Cibaligo, Cihaur, Cimahi, dan Cisangkan , dinyatakan berada dalam kondisi tercemar berat.
Ironisnya, ia menyatakan bahwa penyumbang utama pencemaran bukan lagi sektor industri, melainkan limbah domestik dari rumah tangga yang jumlahnya terus meningkat dan sulit dikendalikan.
Meski begitu, Ario menyebutkan bahwa pihaknya tetap melakukan berbagai upaya pengawasan dan pengendalian, walaupun terbatas oleh ketersediaan alat dan sumber daya.
“Kami hanya memiliki tiga instrumen utama: perizinan, pengawasan, dan pengukuran. Ketiganya telah kami jalankan sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkap Ario.
Ia menambahkan bahwa sejak tahun 2022, DLH Cimahi tidak lagi memberikan izin pembuangan limbah cair ke badan air. Semua pelaku usaha wajib memiliki sistem pengolahan limbah mandiri.
“Sejak 2022, semua perusahaan yang ingin memperoleh izin usaha di Cimahi tak diperbolehkan membuang limbah langsung ke sungai. Mereka harus memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan menggunakannya kembali, misalnya untuk penyiraman tanaman atau keperluan toilet,” pungkasnya. (Bzo)