Jakarta, NyaringIndonesia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh sejumlah pemohon terkait masa jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Permohonan tersebut menginginkan agar masa jabatan Kapolri disamakan dengan periode jabatan Presiden. Dalam putusannya yang dibacakan pada Kamis, 13 November 2025, MK menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Hakim Konstitusi Suhartoyo, yang memimpin sidang pembacaan putusan, mengungkapkan bahwa MK menolak seluruh permohonan dalam tiga perkara sekaligus, yaitu Nomor 19/PUU-XXIII/2025, 147/PUU-XXIII/2025, dan 183/PUU-XXIII/2025. “Mahkamah Konstitusi menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh sejumlah pemohon yang menggugat Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Pasal tersebut mengatur bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Dalam permohonan mereka, para pemohon berargumen bahwa jabatan Kapolri seharusnya berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden, sebagaimana yang berlaku bagi para menteri dalam kabinet. Mereka berpendapat bahwa ketentuan yang ada saat ini tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap keberlangsungan fungsi Polri.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Asrul Sani menyatakan bahwa gagasan untuk menyamakan jabatan Kapolri dengan jabatan menteri pernah ditolak pada saat pembahasan RUU Polri pada tahun 2002. “Pembentuk undang-undang lebih memilih untuk menegaskan bahwa Kapolri adalah perwira tinggi Polri yang masih aktif, bukan pejabat setingkat menteri,” kata Asrul.
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa menyamakan masa jabatan Kapolri dengan Presiden berpotensi menggeser posisi Kapolri sebagai alat negara menjadi bagian dari kabinet. “Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, yang menempatkan Polri sebagai alat negara yang harus berada di atas segala kepentingan, termasuk kepentingan Presiden,” jelas Asrul lebih lanjut.
MK juga menegaskan bahwa jabatan Kapolri bukanlah jabatan politik, melainkan jabatan karier profesional. Meskipun jabatan Kapolri memiliki batas waktu, masa jabatannya tidak bersifat periodik dan Kapolri dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden berdasarkan evaluasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, MK menyatakan bahwa penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU Polri masih relevan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU Polri tetap berlaku dan tidak bertentangan dengan konstitusi,” ujar Asrul menutup pembacaan putusannya.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News