BBM Base Fuel Pertamina Belum Diminati Swasta, Ini Alasannya

Sejumlah badan usaha swasta hingga saat ini belum merealisasikan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis base fuel dari PT Pertamina (Persero)

Jakarta, NyaringIndonesia.com – Sejumlah badan usaha swasta hingga saat ini belum merealisasikan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis base fuel dari PT Pertamina (Persero). Padahal, produk tersebut merupakan bahan bakar murni tanpa campuran aditif yang ditawarkan untuk kerja sama antarbadan usaha.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Dua perusahaan, yakni Vivo dan BP-AKR, yang sebelumnya sempat menjajaki kesepakatan pembelian base fuel dari Pertamina, kini membatalkan rencana tersebut. Sementara itu, Shell belum pernah mencapai kesepakatan bisnis (B2B) dengan Pertamina terkait produk ini.

Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menjelaskan bahwa salah satu alasan utama pembatalan kerja sama adalah kandungan etanol dalam base fuel Pertamina yang mencapai 3,5 persen.

“Secara regulasi, kandungan etanol diperbolehkan hingga batas tertentu, kalau tidak salah sampai 20 persen. Namun, adanya kandungan etanol 3,5 persen inilah yang menjadi pertimbangan SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian,” ungkap Achmad dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (1/10/2025).

Perwakilan dari Vivo membenarkan bahwa pihaknya telah membatalkan pembelian 40.000 barel base fuel dari Pertamina. Kesepakatan awal tersebut dilakukan berdasarkan arahan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Karena ada beberapa hal teknis yang tidak bisa dipenuhi oleh Pertamina, terpaksa kesepakatan tersebut kami batalkan. Namun, kami tidak menutup kemungkinan untuk kembali berkoordinasi di masa mendatang jika spesifikasi yang kami minta bisa dipenuhi,” ujar perwakilan Vivo.

Sementara itu, Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, mengungkapkan bahwa perusahaannya juga belum dapat membeli base fuel Pertamina karena beberapa pertimbangan, khususnya terkait kepatuhan (compliance) dan spesifikasi produk.

Dalam proses pembahasan kerja sama B2B, kata Vanda, pihaknya meminta dokumen tambahan seperti Certificate of Origin untuk memastikan produk yang ditawarkan tidak berasal dari negara-negara yang sedang dikenai sanksi atau embargo internasional.

 

==================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama