Danau Bandung Purba: Samudra Darat yang Membentuk Wajah Priangan

Bandung, NyaringIndonesia.com – Jauh sebelum kota ini dipenuhi gedung pencakar langit, jalan raya, dan hiruk pikuk manusia, Cekungan Bandung pernah menjadi rumah bagi sebuah lautan air tawar raksasa. Para ahli geologi menyebutnya Danau Bandung Purba dengan bentang perairan megah yang, menurut riset, menggenangi kawasan ini antara 125.000 hingga 16.000 tahun lalu.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Bayangkan air membentang sejauh mata memandang, mengisi lembah hasil perpaduan aktivitas vulkanik dan tektonik masa lalu. Pegunungan Burangrang, Tangkuban Parahu, Manglayang, hingga Patuha membentuk tepian alami. Di bawah permukaannya, endapan lumpur halus menyimpan kisah ekosistem purba: mulai dari vegetasi lebat, hewan air, hingga kehadiran manusia prasejarah yang meninggalkan jejak melalui artefak obsidian di tepian danau.

Sejarahnya dimulai dari letusan dahsyat Gunung Sunda Purba, gunung api kolosal yang pernah berdiri di utara Bandung. Letusan ini membentuk dinding lava dan tanah yang menyumbat aliran Sungai Citarum. Air dari sungai dan hujan terperangkap di cekungan, perlahan menjadikannya danau raksasa yang luasnya tiga kali lipat DKI Jakarta.

“Cekungan Bandung adalah saksi hidup dinamika alam. Danau purba ini menjadi laboratorium alam bagi kehidupan ribuan tahun silam,” ujar Dr. Adjat Sudrajat, Guru Besar Geologi ITB, dalam wawancara yang dikutip dari Mongabay Indonesia.

Selama puluhan ribu tahun, Danau Bandung Purba menjadi pusat kehidupan. Flora dan fauna air berkembang pesat. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia purba memanfaatkan sumber daya danau untuk bertahan hidup. Batuan obsidian yang ditemukan di Baleendah, Ciparay, dan Rancaekek menjadi penanda aktivitas mereka.

Selain menjadi habitat alami, danau ini juga mempengaruhi iklim mikro kawasan. Udara lembab, tanah subur di sekitar tepian, serta ketersediaan air menjadikannya wilayah ideal bagi kehidupan.

Sekitar 20.000 hingga 16.000 tahun lalu, proses geologi mengubah segalanya. Gempa bumi, longsor, dan erosi membuka jalur keluarnya air melalui celah di Sanghyang Tikoro. Perlahan, permukaan air surut hingga danau mengering, menyisakan rawa-rawa luas sebelum akhirnya menjadi dataran subur seperti yang kita kenal sekarang.

Namun, surutnya air tidak menghapus jejak masa lalu. Lapisan sedimen masih tersimpan di kedalaman tanah. Pengeboran di Margahayu, misalnya, mengungkap tanah lempung hitam halus endapan khas danau purbayang berusia puluhan ribu tahun.

Kini, di atas tanah yang dulu menjadi dasar danau, berdiri Kota Bandung dan kawasan penyangga yang padat penduduk. Kesuburan tanah menjadi berkah bagi pertanian, namun topografi cekungan juga menyimpan risiko mulai dari banjir musiman hingga penurunan muka tanah.

Bagi para peneliti, Danau Bandung Purba bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan pelajaran berharga. “Sejarah geologi seperti ini penting untuk memahami risiko bencana dan merancang tata kota yang berkelanjutan,” tegas pakar geomorfologi dari Universitas Padjadjaran, Dr. Eko Haryono.

Jejak Danau Bandung Purba mengajarkan bahwa perubahan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan bumi. Alam membentuk, memelihara, dan mengubah wajah tanah sesuai iramanya. Bagi masyarakat Priangan, memahami sejarah ini berarti menghargai warisan alam sekaligus mempersiapkan masa depan yang lebih bijak.

Di setiap lapisan tanah, di setiap kontur pegunungan, tersimpan pesan bahwa Bandung pernah menjadi samudra darat yang megah dan kisahnya akan terus mengalir, seperti aliran Citarum yang dulu membentuknya.

==================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama